Rabu 07 Aug 2019 16:23 WIB

Rektor UGM: Pertimbangkan Ulang Rencana Impor Rektor Asing

Kekurangan pendidikan tinggi di Indonesia, yakni fasilitas dan lulusan pascasarjana.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Rektor Universitas Gadjah Muda (UGM) Panut Mulyono usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (7/8).
Foto: Republika/Fauzi Ridwan
Rektor Universitas Gadjah Muda (UGM) Panut Mulyono usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (7/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Univeristas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono meminta rencana kebijakan mendatangkan rektor dari luar negeri untuk perguruan tinggi negeri (PTN) kembali dipertimbangkan secara matang. Panut menilai, merekrut rektor asing tidak akan langsung otomatis meningkatkan ranking PTN dalam pemeringkatan dunia.

Sebab, penilaian sebuah PTN untuk masuk perankingan dunia ditentukan banyak faktor yang mencakup kemajuan kualitas pendidikan PTN itu sendiri. Namun demikian, Panut tidak secara tegas menolak maupun menerima rencana perekrutan rektor asing tersebut.

Baca Juga

"Kalau saya tidak menjawab setuju atau tidak, ya mari kita pikirkan masak-masak bahwa kualitas pendidikan kita cepat maju, daripada kemajuan itu dinilai dari pihak mana pun, ya posisinya bagus," ujar Panut kepada wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (7/8).

Secara prinsip, Panut menjelaskan, ia memahami tujuan impor rektor asing tersebut bagian dalam meningkatkan mutu pendidikan tinggi di tingkat dunia. Ia menambahkan hal tersebut yan turut ia dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pertemuannya hari ini.

Dalam pertemuan tersebut, ia dan JK membahas bahwa peningkatan kualitas pendidikan tinggi di tingkat dunia juga perlu dengan memperbaiki semua lini pendidikan di Indonesia. Untuk bisa menembus ranking di dunia, ia mengatakan, PTN di Indonesia harus memenuhi indikator-indikator penilaian dalam pemeringkatan.

Indikator tersebut mulai dari banyaknya jumlah publikasi jurnal internasional, penelitian yang berkualitas, hingga peralatan yang mendukung penelian berkualitas. "Itu kan sangat jelas apa yang dinilai, skoringnya itu item-item-nya apa saja, kita kan sudah tahu. dan sekarang kita pun sudah melakukan di hal-hal semacam itu yang terkait dengan kualitas pendidikan kita," ujar Panut.

Panut menjelaskan, kekurangan pendidikan tinggi di Indonesia, yakni belum semua peralatan laboratium mendukung penelitian yang berkualitas. Jumlah mahasiswa pascasarjana S-2 maupun S-3 di Indonesia belum sebanyak S-1, sehingga jumlah penelitiannya masih terbatas.

Karena itu, ia mengatakan, jika hal-hal tersebut tidak diperbaiki maka keberadaan rektor asing tidak otomatis membuat PTN menembus rangking dunia. Ia menambahkan rektor-rektor asing pun nantinya harus tetap mampu memenuhi standar penilaian tersebut.

"(Misal) Ketika saya seorang rektor asing dengan misi mempercepat pe-ranking-an dunia, nanti ke sini kan programnya sudah nyata bahwa untuk ranking dunia adalah jumlah publikasi, jumlah sitasi, kemudian income dari industri, kan programnya sudah jelas. O ... Ini mahasiswa S-3 kurang banyak, ayo kita perbanyak mahasiswa S-3. Ini alat labnya tidak mencukupi untuk riset-riset yang bonafide, yang canggih, ayo beli alat-alat. Sekarang apakah kita juga bisa segera memenuhi kondisi itu?" kata Panut.

Ia menilai, problematika pendidikan tinggi di Indonesia berbeda dengan persoalan pendidikan tinggi di negara lain. Karena itu, ia menyarankan sebaiknya penanganannya tidak bisa disamaratakan.

Ia juga menyarankan agar profesor asing atau akademisi dari luar negeri tersebut cukup beraktivitas dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia. "Tidak harus sebagai dosen tetap, tetapi mengajar satu semester, beraktivitas dengan dosen-dosen kita, meneliti bersama, dosen kita ke sana, dosen asing LN ke sini, menulis bersama. Itu sangat bagus karena itu lebih mungkin," ujar dia.

Sementara itu, Panut mengaku pertemuannya dengan JK hari ini secara khusus untuk mengundang wapres untuk hadir dalam Kongres Pancasila ke-11 di UGM pada 15 Agustus mendatang. Menurut Panut, JK tertarik untuk menghadiri acara yang bertema aktualisasi pancasila untuk merajut kembali persatuan bangsa.

"Tanggal 15 Agustus, tapi beliau masih melihat jadwal di sini, pada prinsipnya beliau sangat tertarik untuk hadir karena itu untuk kepentingan bangsa kita," ujarnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement