REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius mengatakan radikalisme tidak boleh dibiarkan tumbuh di lingkungan kampus. Dia berharap bila ditemukan hal-hal yang terkait paham radikal di lingkungan kampus hendaknya segera dilaporkan ke pengelola kampus agar segera diantisipasi dan diatasi.
"Kalau dibiarkan dan paham itu telanjur menyebar, pasti akan sulit menanganinya," kata Suhardi saat memberikan kuliah umum kepada mahasiswa baru Universitas Pancasila di Jakarta, Senin (26/8).
Menurutnya, mahasiswa baru merupakan pintu masuk bagi paham radikal. Mahasiswa baru sangat mungkin diinfiltrasi karena mereka berasal dari berbagai macam sekolah menengah yang mungkin masih gagal paham tentang lingkungan sekitar, terutama bahaya radikalisme dan terorisme.
"Entry point itulah yang akan dimanfaatkan kelompok-kelompok negatif untuk menyebarkan ideologinya," katanya, dikutip dari siaran pers.
Karena itu, pada awal tahun ajaran baru 2019, ia dan seluruh jajaran BNPT memberikan pemahaman tentang bahaya radikalisme, cara masuk paham itu, serta ciri-ciri orang yang terpapar radikalisme. Terkait hasil survei beberapa lembaga tentang kampus yang terpapar radikalisme, Suhardi menegaskan BNPT tidak akan mengeluarkan rilis atau survei semacam ini.
Menurut Suhardi, data-data seperti itu tidak mungkin ia tunjukkan karena masing-masing kampus berbeda-beda tingkat terpaparnya. Ada yang tebal, ada yang tipis.
"Tidak mungkin saya membuka itu. Kalau saya rilis, saya takut orang tua akan takut menyekolahkan anaknya ke kampus tersebut," kata Suhardi.
Namun, ia tidak mempermasalahkan bila ada lembaga lain yang melakukan survei atau penelitian dan mengumumkan hasilnya kepada masyarakat. "Silakan lembaga lain merilis, kami tidak. Tugas kami mereduksi bahkan menghilangkan paham-paham negatif tersebut," katanya.