Rabu 25 Sep 2019 14:48 WIB

Lulusan Universitas Dituntut Miliki Karakter Berbudaya

Ijazah hanyalah sebuah simbol formal bagi seorang mahasiswa

Rep: my28/ Red: Fernan Rahadi
Rektor Universitas Widya Mataram, Edy Suandi Hamid (kiri) memberikan pidato saat pelaksanaan kegiatan 'Wisuda Sarjana ke-55 Universitas Widya Mataram Semester Genap Tahun Akademik 2018/2019 bertempat di Sahid Jaya Hotel, Yogyakarta, Senin (23/9).
Foto: Hilyatul Asfia
Rektor Universitas Widya Mataram, Edy Suandi Hamid (kiri) memberikan pidato saat pelaksanaan kegiatan 'Wisuda Sarjana ke-55 Universitas Widya Mataram Semester Genap Tahun Akademik 2018/2019 bertempat di Sahid Jaya Hotel, Yogyakarta, Senin (23/9).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Lulusan sarjana perguruan tinggi saat ini dihadapkan dengan tantangan yang begitu kompleks. Hal tersebut dikarenakan pada era revolusi industri 4.0 saat ini manusia tidak hanya dituntut untuk berkompetisi dengan sesama manusia, namun juga dengan Artificial Intelligence (AI).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat sebanyak 6,8 juta jiwa masuk ke dalam kategori pengangguran per Februari 2019. Padahal, setidaknya sebanyak 1,2 juta mahasiswa lulus dari perguruan tinggi per tahunnya. 

"(Dari angka tersebut) sebanyak 787 ribu mahasiswa di antaranya diketahui masih belum memiliki pekerjaan atau menganggur," kata Rektor Universitas Widya Mataram, Edy Suandi Hamid, saat pelaksanaan kegiatan 'Wisuda Sarjana ke-55 Universitas Widya Mataram Semester Genap Tahun Akademik 2018/2019 bertempat di Sahid Jaya Hotel, Yogyakarta, Senin (23/9).

Edy menegaskan bahwa ijazah hanyalah sebuah simbol formal bagi seorang mahasiswa untuk memenuhi kualifikasi dalam meraih gelarnya. Yang terpenting, kata Edy, adalah muatan di balik ijazah tersebut yang perlu diimplementasikan dalam kehidupan.

"Para sarjana dituntut memiliki kompetensi, ketekunan, keterampilan, karakter yang berbasis budaya Indonesia untuk diimplementasikan dalam setiap aktivitasnya," ujar Edy.

Menurut Eddy, karakteristik berbasis budaya tersebut sejalan dengan keputusan presiden Nomor 87 tahun 2017 tentang penguatan pendidikan karakter dengan kurikulum berbasis luas yang mengintegrasi lingkungan belajar meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. 

Sementara itu, Staf Ahli Walikota Yogyakarta Sri Septi Rezeki mengungkapkan harapannya bahwa apapun pilihan yang akan dipilih mahasiswa ketika lulus, saat menjalankan aktivitasnya di dunia kerja, diharapkan memerhatikan karakter profesional yang berbudaya.

"Mengutip kata kata Presiden Ketiga Indonesia (BJ Habibie) dimanapun engkau berada selalu menjadi yang terbaik dan berikan terbaik dari apa yang bisa kita berikan," tuturnya kepada para wisudawan ujar Sri yang merupakan alumnus Universitas Widya Mataram tersebut.

Selaras dengan hal tersebut, Wakil Ketua Umum Pengurus Yayasan Mataram Kota Yogyakarta, Ir Sunyoto menyampaikan bahwa karakter kebudayaan harus diperhatikan dalam menempatkan diri dimanapun kita berada serta mengenali adat istiadat daerah bersangkutan. “Ketika hendak membangun di NTT perlu mengenal budayanya. Begitu juga saat membangun Papua harus mengenal apa yang disenangi dan budaya ditempat tersebut," ujarnya dalam menyampaikan sambutan kepada wisudawan dan wisudawati. 

Pelaksanaan wisuda tersebut diikuti oleh 147 wisudawan/wisudawati yang terdiri dari 47 orang dari Prodi Manajemen, delapan orang Prodi Akuntansi, 45 orang Prodi Ilmu Hukum, 11 orang Prodi Ilmu Administrasi Negara, empat orang Prodi Sosiologi, 10 orang Prodi Arsitektur, 12 orang prodi Teknik Industri, dan 10 orang Prodi Teknologi Pangan. Dari 147 wisudawan dan wisudawati, sebanyak 34 wisudawan atau 23,13 persen di antaranya memperoleh predikat cumlaude. 

Usia termuda wisudawan berumur 22 tahun. Sedangkan usia tertua 52 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa rentang usia bukan penghalang bagi seseorang menambah ilmu pengetahuannya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement