REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pencopotan Guru Besar Universitas Diponegoro (Undip) Prof Suteki dari jabatan pengajar di Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang dilakukan atas permintaan lembaga pendidikan calon perwira polisi itu. "Penggantian atas adanya permintaan dari Akpol," kata Ketua Tim Kuasa Hukum Rektor Undip Semarang, Sukinta di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (25/9).
Menurut dia, keberadaan Suteki sebagai dosen Akpol merupakan penugasan dari Undip. Undip, kata dia, selanjutnya membebaskan Suteki sebagai pengajar di Akpol dan menugaskan dosen lain untuk mengajar di lembaga pendidikan Kepolisian itu.
Pembebasan Suteki dari tugas mengajar sejumlah mata kuliah di Undip, lanjut dia, dilakukan berdasarkan rekomendasi Dewan Kehormatan Akademik Undip dalam perkara pelanggaran disiplin. "Rekomendasi untuk dibebaskan dari mengajar mata kuliah Pancasila dan filsafat Pancasila," katanya.
Meski telah dijatuhi sanksi berat berupa pencopotan dari sejumlah jabatan tambahan di Undip, kata dia, Suteki tetap memperoleh penghasilan sesuai dengan haknya sebagai ASN. "Tetap memperoleh gaji seperti biasa hingga saat ini. Tunjangan sebagai guru besar juga tetap diberikan," katanya.
Suteki menggugat Rektor Undip Yos Johan Utama ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang atas keputusannya yang melucuti seluruh jabatan di perguruan tinggi tersebut. Suteki dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Program Studi (Prodi) Magister Ilmu Hukum dan Ketua Senat Fakultas Hukum.
Selain itu, Suteki juga dicopot sebagai pengajar di Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang. Padahal, Suteki sudah mengajar Ilmu Hukum dan Pancasila selama 24 tahun.
Pencopotan jabatan tersebut diduga dilakukan Rektor Undip berkaitan dengan keberadaan Suteki saat menjadi ahli dalam sidang gugatan yang dilayangkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Suteki dianggap melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.