REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penangkapan dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) berinisial AB masih menjadi perhatian akhir-akhir ini. Rektor IPB, Arif Satria mengatakan, bahwa dosen tersebut cukup aktif di organisasi atau kelompok kajian tertentu.
"Ada study club, tapi untuk sementara anonim saja dulu (nama kelompoknya)," ujar dia ketika dikonfirmasi Republika melalui pesan singkat, Senin (30/9).
Sebagai dosen di kampus yang dipimpinnya tersebut, Arif mengklaim akan melakukan empat sikap IPB terkait kasus tersebut. Di mana poin pertama, IPB akan menghormati setiap proses hukum yang berlaku dan juga akan menunggu kepastian hukum yang berlaku pada AB. Kedua, IPB mengharapkan agar kasus tersebut bisa dilakukan secara transparan, adil dan akuntabel.
Selanjutnya, IPB yang memiliki aturan terkait dosen baik itu norma atau etika, juga sejalan dengan setiap ketentuannya. Dan poin terakhir terkait sikap IPB tersebut, pihaknya akan berkomitmen untuk menentang segala aksi kekerasan yang berpotensi merusak dan memecah belah bangsa.
Menurut Arif, di lingkungan kampus, AB merupakan dosen yang baik. Oleh karena itu, ia merasa kaget ketika mendengar bahwa AB ditangkap petugas keamanan.
"Karena beliau dosen yang sangat baik dan suka menolong," kata dia.
Hal senada juga dikatakan oleh Kepala biro komunikasi IPB, Yatri Indah, menurut dia, mahasiswa, dosen dan pegawai IPB mengenal dosen yang bersangkutan tersebut sebagai sosok yang baik. Hubungan tersebut juga dijaga oleh AB terhadap kolega dosen ataupun mahasiswa.
Namun demikian, ketika ditanya terkait partisipasi AB si organisasi atau kelompok tertentu lainnya, Yatri menegaskan bahwa pihaknya masih akan mencari informasi tersebut.
"Sejauh ini kami masih menggali keterangan terkait AB," kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, dosen IPB berinisial AB tersebut ditangkap karena kepemilikan bahan peledak yang diduga terkait dengan aksi unjuk rasa di Jakarta. Hal tersebut terjadi setelah ia diduga menguasai, menyimpan, mengangkut, menyerahkan atau bahkan berusaha menyerahkan bahan peledak. Di mana hal tersebut sudah jelas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UU darurat Nomor 12 tahun 1951.