REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Rektor Universitas Padjadjaran (Unpad) Periode 2019-2024 Prof Rina Indiastuti mengatakan bahwa dia siap memimpin Unpad dalam lima tahun ke depan, termasuk menghadapi tantangan yang cukup besar, yakni membawa Unpad masuk Top 500 Perguruan Tinggi Dunia. Saat ini, Unpad meraih peringkat di rentang 651-700 versi QS World University Rankings.
Rina berjanji akan bersinergi dengan MWA, senat akademik, dan semua lini di Unpad untuk mewujudkan cita-cita yang diidamkan banyak pihak tersebut. "Quick win-nya, kita akan terus lakukan upaya internasionalisasi, kita rancang dengan baik konsul dengan MWA, Senat Akademik, dan unsur lainnya," kata Rina seusai ditetapkan sebagai Rektor Unpad terpilih di Graha Sanusi Hardjadinata Kota Bandung, Senin (7/10).
Rina mengatakan untuk mencapai target tersebut tidak bisa dilakukan oleh dirinya sendiri. Namun harus dibantu oleh tim dan civitas akademika warga Unpad.
"Unpad tampaknya sekarang ada sinyal guyub artinya energi kami yang besar seperti dosen sebanyak 2.100 orang, tenaga pendidikan 2.250 orang dan mahasiswa 38 ribu orang, kalau itu energinya disatukan guyub, insya Allah Unpad akan maju dan berkontribusi bagi bangsa terutama Jabar," katanya.
Dia menjelaskan untuk menuju peringkat 500 dunia harus dikawal proses internalisasi. Seperti pada mahasiswa, dosen, tenaga pendidik Unpad harus melakukan segala kegiatan terutama tentang pelayanan, pengajaran, penelitian dan pengabdian.
"Itu dengan mutu yang lebih baik dan relevan dengan kebutuhan masyarakat kalau prosesnya itu kita taruh dengan standar mutu yang tinggi, standar mutu nasional dan internasional maka hasilnya akan berkelas dunia," katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan yang menjadi tantangan ke depan Unpad adalah bagaimana pihaknya bisa memanfaatkan peluang yang ada seperti peluang di era industri 4,0. "Di mana ada tantangan bahwa akan terancam pekerjaan-pekerjaan yang tidak akrab dengan digital, tapi kami berpikir bahwa ada pekerjaan baru turunan yang bisa diciptakan oleh perguruan tinggi yang akan mengisi kekosongan itu," katanya.
"Misalnya saja siapa yang tidak kenal dengan Go Food. Tapi bagaimana lulusan kami bukan untuk mengupgrade digital Go Food-nya tapi bagaimana menambahkan layanan keramahan skill dari pada humanisme," lanjutnya.