REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengembangan pendidikan vokasi dengan melibatkan kerja sama institusi pemerintah dan pihak swasta, merupakan langkah konkret perubahan menuju kemandirian dan kedaulatan ekonomi bangsa Indonesia. Sayangnya, jumlah pergurian tinggi antara politeknik dengan universitas di Indonesia, saat ini jauh berbeda.
Untuk mendukung langkah tersebut Association of Polytechnics and Industry Indonesia (APII) menggelar 1st Indonesia Vocational Education and Training Summit 2019 yang dilaksanakan pada 9 dan 10 Oktober 2019 di Grand Mercure Hotel, Jakarta.
Chairman APII, Ismet P Ilyas mengatakan, dengan seminar ini diharapkan baik para pelaku industri dan Politeknik mendapatkan keuntungan informasi dan pengetahuan baru, sehingga pada akhirnya bertujuan menekan angka pengangguran dan kelangkaan sumber daya manusia bidang industri yang berkeahlian (skilled) dan profesional.
Association of Polytechnics and Industry Indonesia (APII) menggelar 1st Indonesia Vocational Education and Training Summit 2019.
"Sesuai dengan target yang dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak. Joko Widodo bahwa bangsa ini akan membangun pendidikan vokasi untuk lima tahun ke depan. Seiring dengan rencana tersebut, kami mencoba memfasilitasi pihak-pihak yang ingin mendapatkan informasi dan mendalami tentang pendidikan vokasi sehingga ini semua menjadi manfaat untuk meningkatkan SDM di Indonesia sehingga dapat disejajarkan dengan negara maju," kata Ismet dalam siaran persnya yang diterima Republika.co.id, di Jakarta, Rabu (9/10).
Sementara itu pada kesempatan yang sama, Plt. Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Kemenristekdikti, Patdono Suwignjo mengatakan, bahwa jumlah pendidikan tinggi antara politeknik dengan universitas di Indonesia masih jauh berbeda. Tidak tanggung-tanggung, perbedaan itu mencapai lebih dari 80 persen. Dimana jumlah politeknik di Indonesia hanya ada 300 dari 4.760 perguruan tinggi yang ada.
Padahal, jika mengacu pada negara-negara maju, angka politeknik dan universitas harus seimbang keberadaannya. Artinya, Indonesia masih kekurangan 2.075 politeknik dari 300 politeknik yang ada.
"Standar negara maju itu seimbang. Kalau perguruan tinggi kita sekarang ada 4.760, berarti idealnya kita kurang 2.075 dari 300 politeknik yang ada," katanya.
Patdono menuturkan, berdasarkan data Kemenristekdikti, butuh waktu sekitar 800 tahun untuk menyeimbangkan keberadaan politeknik dengan universitas. Bahkan saat ini, hanya terdapat 2 hingga 3 pengajuan pembangunan politeknik per tahun.
Ini pun, kata dia, pembangunan itu hanya dilakukan oleh Kementerian dan industri. Dan pihak swasta tidak berani membangun karena memakan biaya yang mahal.
Dan hal ini, katanya, diperparah dengan mahalnya membangun politeknik. Membangun satu politeknik itu dibutuhkan dana Rp 300 miliar karena 70 persennya harus praktik, mau enggak mau buat banyak laboratorium. Sedangkan kalau universitas hanya membutuhkan dana Rp 30 miliar.
"Tidak hanya itu, saat ini tidak banyak orang yang mampu yang menginginkan anaknya berkuliah di politeknik. Sebab, selama ini industri membedakan lulusan politeknik dengan lulusan universitas," ujarnya