REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Satryo Soemanteri Brodjonegoro menanggapi rencana pembentukan badan riset dan inovasi nasional berdasarkan Undang-undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek). Menurut dia, sebaiknya badan riset dan inovasi tersebut dibentuk lebih kepada pengelolaan dana penelitian.
"Idealnya badan tersebut berfungsi sebagai lembaga pendanaan riset dan inovasi. Jadi pendanaan, bukan mengeksekusi risetnya, tapi mendadani riset," kata Satryo, pada Republika.co.id, Rabu (16/10).
Hingga saat ini, ia belum mengetahui apakah badan riset dan inovasi yang dimaksud akan menyatukan semua lembaga dan badan riset di Indonesia. Awalnya, ia mengatakan badan riset memang diharapkan bisa menggabungkan semua penelitian yang ada.
Sebab selama ini, Satryo mengatakan, penelitian yang dilakukan berjalan sendiri-sendiri. Masing-masing kementerian dan lembaga mengajukan anggaran kepada bagian keuangan mereka untuk melakukan penelitian. Penelitian yang dilakukan masing-masing kementerian dan lembaga itu yang menyebabkan banyaknya terjadi tumpang tindih penelitian.
Namun, ia berpendapat sebaiknya penyatuan lembaga penelitian tidaklah dilakukan. Sebab, tidak mungkin satu badan mengelola begitu banyak riset. Selain itu, setiap kementerian dan lembaga memiliki karakter masing-masing yang tidak bisa disatukan begitu saja.
"Lebih baik kalau mau sifatnya membuat efektif, ya badan ini tujuannya hanya untuk mendanai riset dari lembaga-lembaga yang ada. Mereka nanti mengusulkan anggarannya berapa, dievaluasi, dibahas, terus diberikan dananya," kata dia.
Menurut dia, pembentukan badan baru yang mengeksekusi riset bukanlah langkah yang tepat. Saat ini, kata dia, sudah ada banyak lembaga riset di Indonesia seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan penelitian yang dilakukan di kampus-kampus.
Karena itu, badan yang akan dibentuk nanti sebaiknya adalah badan pendana riset dan inovasi. Satryo mengatakan, bagian mengeksekusi riset adalah lembaga-lembaga riset yang sudah ada.
"Nanti kita atur siapa dapat apa, supaya uang yang tidak banyak ini bisa maksimal hasilnya, karena riset yang dikerjakan saling melengkapi, tidak tumpang tindih, tidak bikin hal yang sama berulang-ulang," kata dia.
Apabila hal tersebut dilakukan, menurut dia, riset di seluruh Indonesia bisa lebih efektif dan terintegrasi. "Bisa dipastikan seluruh Indonesia melakukan hal yang saling melengkapi, bukan melakukan hal yang mengulang atau yang tidak bermanfaat," kata dia lagi.