REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengaku masih perlu melihat situasi lembaga riset di Indonesia. Bambang menuturkan, ia perlu memeriksa setiap kementerian dan lembaga yang berkaitan dengan aktivitas riset.
"Sekarang masih dibahas saya masih keliling dulu," kata Bambang, ditemui usai Pembekalan Pancasila dan Wawasan Ke-Indonesiaan dari Tokoh dan Pemimpin Nasional Indonesia di Gedung II BPPT, Jakarta Pusat, Selasa (29/10).
Intinya, kata Bambang, ia menginginkan agar BRIN bisa mengintegrasikan seluruh badan riset di Indonesia hingga nantinya ke hilir. "Kami ingin mendorong integrasi riset dari hulu sampai hilir. Lalu kedua, memastikan tidak ada duplikasi atau tidak ada bidang-bidang yang dilupakan dalam riset dan inovasi itu sendiri," kata Bambang melanjutkan.
Ia juga menjelaskan, posisi penelitian di perguruan tinggi akan tetap menjadi kewenangan dan pembinaan dari Kemenristek. Badan penelitian dan pengembangan di kementerian dan lembaga juga diharapkan bisa lebih terkoordinasi.
BRIN merupakan salah satu badan negara yang mulai muncul semenjak Undang-undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek) disahkan. BRIN dibentuk oleh presiden dan bertugas mengkoordinasi badan riset di Indonesia.
Sebelumnya, Menristekdikti periode 2014-2019 Mohamad Nasir berpendapat, badan riset nasional penting karena selama ini masalah kerap terjadi ketika masing-masing bagian riset dan pengembangan kementerian dan lembaga melakukan hal yang sama. Tidak sedikit pula kementerian dan lembaga yang bekerja sama dengan perguruan tinggi karena kekurangan sumber daya manusia dalam penelitian.
Pada akhirnya, banyak riset tadi yang bermuara ke perguruan tinggi dan berkaitan dengan Kemenristekdikti. Nasir beranggapan, proses tersebut tidak efektif dan menghabiskan terlalu banyak biaya. Ia berharap, badan riset nasional nantinya bisa mengkoordinasi hal-hal semacam itu.