REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Tuberkulosis (TB) masih jadi penyakit yang hantui negara-negara berkembang seperti Indonesia. Catatan WHO, prevalensi 700 ribu kasus Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah India dan Cina.
Penyakit yang menyerang paru-paru dan organ lain seperti sumsung tulang belakang, kulit maupun ginjal ini masih sulit diberantas. Pada 2016, DI Yogyakarta menyumbang sebanyak 1.024 kasus TBC.
Ini yang mendasari Kementerian Kesehatan membuat program kerja Temukan Tuberkulosis Obati Sampai Sembuh (Toss) TB. Ini merupakan pendekatan untuk menemukan, mendiagnosis, mengobati, dan menyembuhkan pasien TBC.
Tujuannya, tidak lain menghentikan penyebaran TB. Karenanya, apoteker Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta berinisiatif menggandeng Dinas Kesehatan Yogyakarta menurunkan angka prevalensi kasus TB.
Caranya, melalui sosialisasi kesehatan yang telah dilakukan di RT 1, Dusun Candirejo, Desa Sardonoharjo, Kabupaten Sleman, DIY. Sosialisasi itu berlangsung 3-4 jam pada 9-10 November 2019 lalu.
Sosialisasi itu dimaksudkan dapat meningkatkan pengetahuan mengenai TB. Metode door to door atau dari rumah ke rumah dipilih agar memantapkan pemahaman masyarakat mengenai TB.
Salah satu mahasiswai Prodi Profesi Apoteker UII, Desta Wulandari mengatakan, masyarakat cukup antusias dalam mencegah TB. Antusiasme itu salah satunya tampak dari komitmen menjaga lingkungannya.
"Mulai dari menjaga agar selalu terpapar sinar matahari, mengetahui gejalan TB sampai mengetahui pengobatan TB di puskesmas secara gratis," kata Desta, Rabu (20/11).
Ketua RT 1, Dusun Candirejo, Mahsun, mengapresiasi penyuluhan dengan cara mendatangi langsung rumah-rumah warga tersebut. Ia merasa, itu bisa lebih membuat masyarakat mendapatkan pemahaman secara detail.
"Sehingga, warga kami benar-benar mengerti dan mengetahui tentang penyakit TB serta dapat berdiskusi secara langsung," ujar Mahsun.