REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Gadjah Mada (UGM) mengukuhkan Prof Supriyanto dan Prof Agnes Murdiati sebagai guru besar. Keduanya merupakan pasangan suami istri yang mengajar di Fakultas Teknologi Pertanian (FTP).
Pengukuhan yang digelar di Balai Senat UGM, Selasa (26/11) tersebut dilaksanakan secara bergantian. Pengukuhan itu sekaligus bertepatan dengan peringatan ulang tahun pernikahan mereka yang ke-41.
Prof Supriyanto menyampaikan pidato pengukuhan berjudul Perkembangan Pengolahan Biji Kakao dan Perspektif Baru Hasil Olahan Kakao Sebagai Sumber Anti Oksidan Alami. Ia menerangkan potensi biji kakao.
Utamanya, kata Supriyanto, sebagai sumber antioksidan alami karena mengandung senyawa polifenol yang cukup tinggi. Meski begitu, kandungan polifenol itu bisa berkurang selama pengolahan biji kakao.
"Pada proses pengeringan 55 derajat celcius 24 jam terjadi kehilangan polifenol lebih dari 80 persen, sedangkan pada pengeringan 48 jam akan kehilangan lebih dari 95 persen," kata Supriyanti, Selasa (26/11).
Kepala Laboratorium Rekayasa Proses FTP UGM ini menjelaskan, total kehilangan polifenol yang lebih besar terjadi di penyangraian. Maka itu, mempertahankan senyawa polifenol selama pengolahan diperlukan.
Sejumlah penelitian dilakukan menggunakan bahan dasar biji kakao yang tidak difermentasi atau setengah fermentasi. Cara lain menonaktifkan enzim polifenol okisdase lewat pengukusan atau memakai energi mikro.
Bagi Supriyanto, fermentasi biji kakao sebenarnya masih diperlukan untuk menghasilkan senyawa calon cita rasa dan aroma cokelat. Namun, untuk mempertahankan kandungan polifenol, kurangi lama fermentai.
"Mutu konsisten biji kakao kering yang dihasilkan bisa dicapai salah satunya incubation ferementation like yang sampai saat ini hanya bisa dilakukan industri skala menengah dan besar," ujar Supriyanto.
Sementara, Prof Agnes memaparkan pidato Peran Kacang-Kacangan Dalam Memantapkan Ketahanan Pangan Nasional. Ia menerangkan peran strategis kacang-kacangan meningkatkan ketahanan pangan dan gizi masyarakat.
Anggota Kelompok Kerja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Daerah DIY ini menuturkan, kacang-kacangan bahan pangan nabati yang kaya protein dan lemak. Lalu, bisa jadi sumber kalori dan sumber asam lemak esensial.
"Indonesia kaya akan berbagai jenis kacang-kacangan, termasuk koro-koroan, tapi sampai saat ini belum dimanfaatkan optimal," kata Agnes.
Agnes menilai, pemanfaat yang belum optimal ini dikarenakan sejumlah alasan. Salah satunya kulit koro pedang putih yang tebal dan keras yang menyulitkan proses penghilangan kulit.
Selain itu, ada kandungan senyawa atau zat anti gizi HCN yang cukup tinggi membuat kurang enak dimakan dan membahayakan tubuh. Sayang, pemanfaatannya masih belum optimal.
"Padahal, produktivitas koro pedang putih Tanah Air rata-rata tujuh ton per hektare dengan potensi hasil mencapai 12 ton per hektare dan pupuk hijau yang dihasilkan sebanyak 40-50 ton per hektare," ujar Agnes.
Penelitian koro pedang putih telah dilakukan intensif di Departemen Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian FTP UGM sejak 2013. Antara lain menghilangkan senyawa racun HCN.
Kemudian, penelitian menghilangkan bau langu tepung koro pedang putih, peningkatan kualitas gizi protein, kandungan serat pangan larut air dan pati resisten koro pedang putih.
"Dari hasil-hasil penelitian itu diketahui penghilangan senyawa HCN dan senyawa antigizi bisa dilakukan selama proses pengolahan koro pedang putih," kata Agnes.
Agnes menambahkan, koro pedang putih memiliki pengaruh yang baik bagi kesehatan dan dapat diolah jadi aneka produk olahan. Ia berharap, koro pedang putih dapat mengganti berbagai olahan kedelai, sehingga menurunkan impor kedelai.
"Tinggal menyakinkan masyarakat untuk memperluas budidaya bermacam jenis koro dan sosialisasikan produk olahan koro, sehingga nantinya mampu menutup kekurangan produk kedelai Indonesia," ujar Agnes.