REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK – Mahasiswa Kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Indonesia (UI), Wahyuni Refi Setya Bekti, akan menyoroti konflik politik terkait pengelolaan sumber daya air (SDA) di era Presiden Megawati Soekarnoputri.
Berlangsung di Auditorium Juwono Sudarsono, Refi, sapaan karibnya, akan mempertahankan disertasi yang berjudul ”Konflik Politik Pengelolaan Sumber Daya Air, Studi Kasus Perumusan dan Pembatalan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
”Topik tersebut saya pilih karena studi ilmiah tentang kebijakan pengelolaan SDA di Indonesia, terutama dalam perspektif ilmu politik dengan relasi antara kekuasaan negara, korporasi, dan organisasi masyarakat sipil (civil society) sejauh ini belum banyak dilakukan,” kata Ketua Presidium GMNI (2002 - 2005) ini dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/1).
Refi, yang juga Wakil Sekjen DPP Partai Amanat Nasional (PAN) ini, sengaja mengambil studi kasus perumusan UUSDA No 7 Tahun 2004 karena saat itu berlangsung tarik menarik kepentingan yang sangat tajam. Tidak hanya ketika rancangan undangan-undangnya dirumuskan di DPR RI, tetapi juga setelah UU SDA tersebut diundangkan. Refi mencatat, UU SDA No 7/2004 menghadapi permohonan pengajuan uji materiil dengan jumlah pemohon terbanyak.
”Enam kali permohonan pengajuan uji materi dengan penolakan, sampai akhirnya diterima dengan pembatalan secara keseluruhan undang-undang adalah gambaran betapa panjang tarik menarik kepentingan yang terjadi,” lanjut mantan Sekjen Persatuan Rakyat Desa (Parade) Nusantara ini.
Selain mengkaji kontestasi dan adu argumentasi antar-aktor kepentingan yang terjadi di parlemen dan non-parlemen pada perumusan UU SDA No 7/2004, dalam disertasinya Refi juga mengkaji kontestasi antar-aktor kepentingan di balik putusan pembatalan UU SDA tersebut oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia mengatakan, di samping memetakan pembelahan kepentingan fraksi-fraksi di DPR RI saat merumuskan draf RUU SDA menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden Megawati, dalam penelitiannya juga mengkaji seberapa besar kekuatan politik civil society, pemerintah, dan korporasi yang terlibat dalam konflik kepentingan di Mahkamah Konstitusi.
Refi menambahkan, pergulatan konflik kepentingan seputar UU SDA 2004 memang tidak hanya terjadi di arena legislasi DPR RI pada saat perumusan dan penerbitannya saja, tetapi berlanjut di arena yudikatif, MK.
”Dalam konflik kepentingan tersebut, baik di arena legislasi maupun arena uji materiil MK, pertentangan ideologi tetap menjadi hal yang utama,” tutur perempuan kelahiran Surabaya, 46 tahun lalu itu.