Senin 27 Jan 2020 21:12 WIB

Gagasan Kampus Merdeka, Majelis Rektor: Ini tidak Ringan

Kampus merdeka membutuhkan persiapan-persiapan yang matang.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Dwi Murdaningsih
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menyampaikan Program dan Kebijakan Pendidikan Tinggi bertajuk Merdeka Belajar: Kampus Belajar di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Jumat (24/1/2020).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menyampaikan Program dan Kebijakan Pendidikan Tinggi bertajuk Merdeka Belajar: Kampus Belajar di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Jumat (24/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri se- Indonesia Jamal Wiwoho mengingatkan kebijakan kampus merdeka yang digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim membutuhkan persiapan-persiapan yang matang.

Menurut Jamal, persiapan harus dimulai dari perguruan tinggi, dosen, mahasiwa dan juga didukung oleh teknologi agar kebijakan memuat empat poin yakni pembukaan program studi (prodi) baru, sistem akreditasi perguruan tinggi, perguruan tinggi negeri badan hukum dan hak belajar tiga semester di luar program studi bisa terlaksana.

Baca Juga

"Maka tentu ini pekerjaan yang tidak ringan, karena itu ini harus disiapkan dengan baik dari berbagai pihak, apalagi ada yang namanya sebagai kampus merdeka, mahasiwa bebas untuk mengambil mata kuliah di luar prodi masing-masing," kata Jamal saat dihubungi wartawan, Senin (27/1).

Jamal menjelaskan gagasan Mendikbud tersebut lebih banyak melakukan lompatan-lompatan dari kebijakan sebelumnya. Pertama, hak belajar tiga semester di luar program studi atau juga magang yang menurutnya, kebijakan tersebut berupaya mengarahkan dunia kampus dengan dunia usaha.

Ia menilai kebijakan itu lebih mendorong perguruan tinggi baik keilmuan, vokasi maupun terapan itu untuk menuju perguruan tinggi vokasi.

Namun ia mengingatkan hak belajar di luar progam studi itu harus didukung persiapan matang dari pihak perguruan tinggi dan diikuti teknologi yang canggih dan memadai. Jamal mengatakan, ini agar dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan masalah.

"Tentu memerlukan perangkat teknologi informasi yang canggih dan memadai agar tertata dengan baik, 'wong' di perguruan tinggi itu yang satu fakultas ada yang belum terintegrasi satu sama lain, apalagi satu universitas atau antar universitas, tentu tata kelola dalam konteks ini harus integrasi datanya dalam satu universitas harus terhubung dengan baik," kata Jamal.

Rektor Universitas Sebelas Maret itu juga menilai gagasan pembukaan program studi baru tidak akan mudah begitu saja. Sebab harus ada ketentuan ketentuan agar perguruan tinggi bisa membuka progtam studi baru.

Kemudian juga soal lompatan Mendikbud mengenai kemudahan perubahan status dari perguruan tinggi negeri satuan kerja (PTN-Satker) dan badan layanan umum (PTN-BLU) menjadi badan hukum (PTN-BH). Ia menilai perlu persiapan matang agar kebijakan tersebut terimplementasi dengan baik.

"Maka tentu ini pekerjaan yang tidak ringan, tanpa persiapan-persiapan," katanya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim meluncurkan empat program kebijakan untuk perguruan tinggi yang disebut "Kampus Merdeka". Ada empat poin tertuang yakni pembukaan program studi (prodi) baru, sistem akreditasi perguruan tinggi, perguruan tinggi negeri badan hukum dan hak belajar tiga semester di luar program studi bisa terlaksana.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement