Kamis 06 Feb 2020 03:05 WIB

Para Penerima Beasiswa LPDP Ungkapkan Rasa Syukur

Beasiswa ini membuka kesempatan anak bangsa belajar di luar negeri.

LPDP.
Foto: Dok. Kemenkeu
LPDP.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejumlah alumni penerima beasiswa negara via Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan bersyukur mendapatkan manfaat dari program pemerintah tersebut. Sejak dibentuk pada 2012, LPDP telah mengelola Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) hingga akhir tahun 2019 sebesar Rp 55 triliun. Dana DPPN ini akan meningkat seiring dengan naiknya anggaran fungsi pendidikan di APBN 2020 sebesar Rp505,8 triliun. Anggaran tersebut naik 2,7% dibandingkan APBN 2019 yang sebesar Rp492,5 triliun.

 

DPPN sebesar Rp55 triliun tersebut telah disalurkan kepada 24.936 orang penerima beasiswa, 5.634 orang Awardee Afirmasi, dan 219 riset yang didanai melalui LPDP. Jumlah alumni LPDP hingga 1 Januari 2020 tercatat mencapai 9.287 orang.

 

Keberadaan LPDP ini tak lepas dari implementasi amanat 20% APBN dimana wajib dialokasikan untuk fungsi pendidikan. Pemerintah dan parlemen menyepakati sebagian dana APBN fungsi pendidikan dijadikan sebagai DPPN. Dana ini dikelola dengan mekanisme dana abadi oleh Badan Layanan Umum (BLU) LPDP. LPDP juga adalah lembaga non eselon yang langsung bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. 

 

Di dalam pengelolaan DPPN ini, manajemen LPDP menerapkan sistem yang terbilang cukup ketat, terutama dalam proses seleksi calon-calon penerima beasiswa LPDP maupun riset yang akan didanai oleh LPDP. Kondisi inilah menyisakan banyak cerita menarik dari para peserta penerima beasiswa LPDP saat mengikuti proses seleksi yang terbilang ketat tersebut.

 

Rizkiya Ayu Maulida, S.I.P, M.A, atau biasa dipanggil Kiki, awardee LPDP tahun 2014 ini melanjutkan kuliah di University of Leeds, Inggris untuk mengambil S2 Hubungan Masyarakat. “Dari dulu saya banyak ikut organisasi dan belajar bahasa Inggris karena untuk mempersiapkan beasiswa,” ujar Kiki dalam keterangan resmi LPDP yang diterima Republika.co.id, Rabu (5/2).

 

Kiki fokus pada cita-cita yang ingin dia raih. Semasa kuliah, Kiki ingin menjadi orang yang bisa mengembangkan ilmu komunikasi secara keilmuan. “Jadi, selama S1 saya tidak cukup ilmunya. Makanya saya harus naik ke S2 untuk mendalami ilmu saya dan bisa diterapkan di berbagai lembaga non-profit di Indonesia,” ujar Kiki. 

 

Salah satu jalur dari negara demokrasi melalui kementerian dan lembaga mengkomunikasikan kebijakan mereka. Kiki berusaha mengkomunikasikan layanan apa untuk rakyat, menjembatani rakyat dan negara agar timbal balik sehingga tidak satu arah saja. Jadi pemerintah mendengar dan pemerintah mengkomunikasikan apa yang sudah dilakukan untuk negara. “Pengalaman secara akademis fasilitas lengkap, ilmunya bagus dan saya ketemu pakar yang ahli,” ujar Kiki. 

 

Sekarang, ia menjadi dosen untuk memperkaya ilmu pengetahuan dengan menggali lebih banyak ilmu untuk di terapkan di Indonesia. Selama tinggal di Inggris, dia menyatakan berubah menjadi pribadi yang mandiri. “Dulu saya terbiasa dilayani di rumah, tidak bisa masak. Saat di luar negeri saya di paksa untuk mandiri, melakukan semuanya sendiri. Jadi, problem solving-nya semakin terasah,” ujar Kiki. 

 

Selain belajar, Kiki ikut PPI di Leeds dan mempunyai pemikiran, ingin lebih berteman dengan orang Indonesia di luar negeri. Kiki merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) entry level dan belum bisa bikin kebijakan sesuatu untuk banyak orang. “Saya sih kontribusinya masih kecil dan mencoba memberi pandangan yang lain sesuai pengalaman saya kuliah di luar negeri,” ujar Kiki. 

 

Kiki menjadi dosen di UPN Yogyakarta, mengajar komunikasi. Sebagai dosen, Kiki mengabdi dan mengembangkan penelitian di bidang komunikasi publik di Indonesia. Seperti membantu lembaga pemerintahan untuk membangun demokrasi melalui ilmu Hubungan Masyarakat.

 

Cerita awardee lainnya datang dari Tri Handoko, yang pernah gagal menjadi penerima beasiswa LPDP. Hal ini sebenarnya  wajar, mengingat hampir setiap awardee pernah mengalami rasanya gagal. 

 

“Tapi saya intropeksi diri mungkin saya belum siap pada saat itu. Makanya saya selalu bilang, kalau loe jatuh ya bangun aja, kalau loe gagal ya tidak apa-apa. Suatu saat kita akan berhasil, cari aja terus kegagalan-kegagalan lainnya sampai yang kita mau bisa terwujud,” ujarnya.

 

Tri memilih jurusan Adult Education and Community Development. “Dari dulu aku berpikir setiap jurusan yang aku tuju, aku memikirkan, apa yang aku lakukan setelah aku lulus. Dan mimpiku masih sama, menjadi kepala desa di desaku sendiri. Dan mudah-mudahan nanti bisa running menjadi kepala desa di tahun 2024,” ujar Tri.

 

Hal positif selama belajar di luar negeri, kata dia, sangatlah banyak . Seperti pengalaman belajar dan pengalaman bertemu dengan orang-orang dari negara lain. “Di sana kan multikultural jadi aku menemukan pengalaman budaya yang sangat beragam di sana. Cuman dari segi negatifnya, aku ngerasain bagaimana rasanya menjadi minoritas negara orang," ujarny.

 

Sekarang Tri bekerja di perusahaan sendiri, bergerak dalam bidang pendidikan yang mengirim siswa atau mahasiswa Indonesia untuk kuliah dan sekolah di Kanada. Lalu ada program-program short stay di Kanada seperti homestay, summer camp dan student exchange di sana. “Harapannya sih usahanya terus berjalan lancar, sehingga nanti saya pulang kampung usahanya tetap jalan dan kampung saya jadi berkembang,” ujar Tri.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement