“Satu kata yang terpenting adalah, Change! Dua kata terindah di hati manusia, Terima Kasih. Tiga kata yang menghimpit di hati, Negeriku Sulit Berubah. Empat kata yang membunuh, Negeriku Tidak Bisa Berubah. Lima kata yang memanggil, Negeriku Butuh Aku untuk Berubah. Banyak kata yang perlu diwaspadai, …Mereka yang Berubah-ubah Terus dan Mereka yang Tak Mau Berubah Sama Sekali”
--Rheinald Kasali--
5 tahun telah berlalu, namun kenangan saat memberikan pelatihan bagi guru-guru Madrasah Tsanawiyah di Cirebon masih membekas. Antusiasme para pejuang pendidikan di Cirebon sungguh sangat luar biasa. Yang paling membuat saya terkaget-kaget, guru-guru yang paling tinggi jam terbangnya (pengalaman mengajarnya di atas 30 tahun), mereka termasuk peserta yang paling aktif berbagi pengalaman dan “unjuk kabisa” di sepanjang sesi pelatihan. Kenyataan ini membantah kesan kuat yang selama ini terjadi: guru muda yang semangat berkarya, guru tua yang hanya nonton saja.
Hebatnya lagi, selama 2 hari pelatihan, saya hanya berjuang sendiri alias “single fighter” menjadi fasilitator pelatihan. Kebiasaan baru yang meninggalkan pengalaman dahsyat bagi saya. Hari pertama yang begitu menggoda, hari kedua ikuti saja iramanya.
Ada yang lebih unik lagi, situasi ini terjadi ketika saya memberikan sesi pelatihan materi ”Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, & Menyenangkan”. Ketika saya baru memberikan pengantar untuk materi pada sesi pukul 10.00 – 12.00 WIB, ada salah satu peserta yang menginterupsi saya, ”Maaf Pak, kalau saya boleh usul, lebih baik materi untuk sesi ini kita manfaatkan untuk kegiatan sharing pengalaman mengajar di kelas masing-masing. Kalau bisa, senior-senior kita diberi kesempatan terlebih dahulu untuk menyampaikan pengalamannya.”
Ide ini sangat brilian karena dengan usulan tersebut saya bisa menyerap informasi dari pengalaman mengajar beberapa orang guru & membangun komunitas belajar di antara mereka. Tak perlu banyak pertimbangan lagi, saya langsung menyambut baik usul dari seorang sosok ibu guru yang ternyata di akhir pelatihan menyampaikan sebuah puisi untuk saya.
Inilah bait puisi dari Ibu Titin (MTs. Madina) buat saya:
Ashar, 30 Juli 2007
Ya Allah…
Setelah Engkau tontonkan pada hamba kerendahan mental, kebobrokan akhlak oknum-oknum penghuni negeri ini, kini kau suguhkan seorang anak muda yang tulus, cerdas, kreatif, dan punya kepedulian terhadap pendidikan bangsa ini.
Hamba Malu Gusti…
Umur hamba jauh lebih tua, tapi tidak banyak yang bisa hamba perbuat. Namun anak muda itu menyadarkan hamba untuk berbuat walau sekecil apapun, di posisi apapun, asal memberikan manfaat bagi manusia lain.
Semoga !!!
Tak terasa air mata tertahan di sudut rona mata saya, takjub dengan seorang ibu yang menyadari akan sebuah makna kehidupan. Banyak guru yang merasa pintar, tapi berapa banyak guru yang pintar memaknai? Sebuah makna yang sampai saat ini masih terus kucari dan kucari. Mengapa saya harus berjuang untuk bangsa ini lewat kerja konkret di dunia pendidikan? Mungkinkah jalan ini bisa membantu bangsa ini keluar dari keterpurukan suatu saat nanti?
Pencarian makna yang takkan pernah berakhir sampai jiwa terpisah dari raga, menghadap kembali kehadirat Illahi Rabbi, mempertanggungjawabkan segala amalan yang kulakukan selama hidup di dunia fana ini.
Terus bersemangat menebar manfaat bagi sesama…
Asep Sapa'at
Teacher Trainer di Divisi Pendidikan Dompet Dhuafa