“Saya mengajar, saya merayakan kenikmatan belajar setiap harinya”
--Charles Zezulka---
Penulis teringat dengan beberapa rekan guru yang pernah mengeluhkan kondisi stagnan yang dirasakannya. “Sudah belasan tahun saya mengajar, kok tidak ada yang berubah dari cara mengajar saya. Saya jadi risau, apakah selama ini saya sudah bisa memberikan layanan terbaik bagi siswa saya?” Keluh salah seorang guru.
Bagi guru, tak ada ancaman yang paling berbahaya, selain kejumudan diri. L. Dee Fink (1999) menyatakan bahwa guru akan mengalami 2 kondisi yang diciptakannya sendiri, yakni kondisi potensial atau kondisi stagnan. Kondisi potensial akan terjadi ketika guru konsisten mengevaluasi kualitas mengajarnya. Sedangkan pada kondisi stagnan, guru abai dengan proses perbaikan dan evaluasi diri.
Di sisi lain, setidaknya ada 5 sumber informasi yang bisa digunakan guru untuk mengevaluasi kompetensinya, di antaranya melalui aktivitas refleksi diri (self-reflection), rekaman kegiatan pembelajaran, aspirasi dari siswa, hasil belajar siswa, dan hasil observasi kelas dari rekan sejawat/kepala sekolah. Caranya sudah tersedia, tinggal guru yang memutuskan, mau atau tidak melalui semua proses itu. Muaranya sudah jelas, sumber informasi itu akan menggambarkan peta kekuatan dan kelemahan dirinya sebagai guru.
Mantan Mendiknas RI, Prof. Malik Fajar pernah mengungkapkan pernyataan, “Jika guru tidak mau lagi belajar, berhenti saja mengajar.” Pernyataan singkat, namun padat makna.
Tegasnya, semakin lama mengajar, idealnya guru semakin kompeten. Mengingat kompetensi adalah produk dari sebuah proses, maka guru perlu terlibat dalam beragam program pengembangan diri yang berkelanjutan. Ini harga mati, bukan sesuatu yang mesti ditawar-tawar lagi.
Guru dan refleksi diri
Sesungguhnya, musuh terbesar adalah diri kita sendiri. Kita boleh setuju atau ragu dengan kalimat ini. Namun dalam konteks pengembangan profesionalisme guru, pernyataan tersebut bisa jadi benar adanya.
Kadang, sumber persoalan ada pada diri kita sendiri. Celakanya, kita terlalu fokus menyalahkan kondisi di luar diri kita.
Naasnya, kita tak pandai menelisik diri, menemukan sumber masalah dalam diri kita. Misal, ada guru yang mengeluhkan rumitnya membuat administrasi pembelajaran, padahal sumber masalahnya dia tak pernah mau serius belajar mencari cara untuk mempermudah urusannya itu. Siswa selalu dianggap bermasalah. Padahal, bisa jadi guru tak mau belajar menemukan cara untuk mengatasinya. Sampai kapan pun guru tersebut aktif mengajar, masalahnya masih yang itu-itu saja. Persis tak ada perubahan hidup sama sekali, puncaknya terjebak dalam kemelut masalah yang berkepanjangan. Sesuatu yang patut dicermati secara serius.
Penulis terinspirasi oleh sebuah gagasan “One Minute Teacher: How to Teach Others to Teach Themselves”, ditulis oleh Spencer Johnson, M. D. & Constance Johnson, M. Ed. Gagasan ini bisa digunakan oleh guru untuk melakukan refleksi dalam kehidupan profesionalnya. Caranya sederhana saja. Guru cukup menetapkan tujuan, mengapresiasi diri, dan memperbaiki diri secara tertulis dalam waktu satu menit saja.
Segera tetapkan tujuan. Cari situasi yang nyaman untuk menenangkan diri, kemudian mulailah membayangkan sesuatu yang ingin Anda capai. Selanjutnya, tuliskanlah tujuan Anda dengan pernyataan yang spesifik, berkonotasi positif, dan berjangka waktu. Contoh, “Saya senang melihat semua siswa lulus ujian sekolah di tahun ajaran ini”, “Saya akan merasa gembira karena dalam 1 tahun ke depan lulus sertifikasi guru”, “Saya senang dapat menjuarai lomba karya ilmiah guru di tahun depan”.
Sediakan waktu satu menit, beberapa kali dalam satu hari untuk melihat tujuan yang telah ditulis. Berhenti sejenak, lihat tujuan Anda, lihat pula perilaku Anda. Evaluasi diri Anda, apakah perilaku yang Anda lakukan berkontribusi pada pencapaian tujuan yang telah Anda tetapkan.
Kalau bukan diri kita, siapa lagi yang akan menghargai dan memuji apa yang telah kita lakukan. Berikan pujian yang tulus ketika kita melakukan sesuatu yang benar dan mengarahkan kita pada pencapaian tujuan.
Sembari membaca tujuan yang telah ditetapkan, bayangkan dan rasakan kesuksesan yang akan Anda alami ketika tujuan itu benar-benar terwujud. Berikan motivasi pada diri kita bahwa kita adalah orang yang konsisten melakukan sesuatu yang tepat. Contoh, “Saya memang guru hebat. Saya bersyukur bisa berlatih menulis karya ilmiah dengan konsisten. Sungguh ini adalah momen terbaik dalam hidup saya. Saya yakin, di tahun depan, saya lebih siap untuk menjadi pemenang di lomba karya ilmiah yang akan saya ikuti”.
Jika pun kita melakukan kelalaian yang fatal, ikhtiar tak sesuai dengan pencapaian tujuan, maka luangkan waktu satu menit untuk memperbaiki diri. Di setengah menit pertama, katakan bahwa Anda telah melakukan kesalahan. Anda tak berbuat sesuatu yang sesuai dengan apa yang Anda harapkan. Semakin Anda merasa tidak nyaman dan Anda bertekad untuk memperbaiki diri, itulah hal utama yang harus digali dalam fase ini.
Anda menyadari bahwa saat ini Anda tak berupaya dengan baik guna meraih target, itu bukan masalah buat Anda. Yakinlah bahwa Anda tetaplah orang yang bisa memperbaiki keadaan.
Anda bertekad untuk mau berubah dan memperbaiki perilaku yang tidak tepat selama ini. Itu yang harus Anda lakukan di setengah menit kedua.
Lalu tuliskanlah tekad Anda itu. Misal, Anda bisa menumpahkan uneg-uneg Anda seperti ini, “Saya sadar, saya tak cukup rajin melatih kemampuan menulis karya ilmiah saya. Saya masih bisa dikalahkan oleh rasa malas. Saya merasa semakin jauh dengan impian saya untuk memenangi lomba karya ilmiah di tahun depan. Namun, inilah saat yang tepat bagi saya untuk memperbaiki diri. Saya bertekad untuk membuat jadwal yang lebih teratur dalam melatih kemampuan menulis saya. Di akhir pekan, saya juga akan meluangkan waktu 1 jam untuk mencari literatur dari internet tentang cara menulis karya ilmiah yang baik. Inilah upaya terbaik saya untuk membuka kembali jalan meraih asa yang sempat hilang”.
Bawalah selalu catatan kecil, tuliskanlah tujuan Anda, apresiasi diri Anda, dan perbaiki diri Anda jika upaya Anda tak sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Lakukan secara konsisten, dan perhatikan apa yang akan terjadi dengan karir Anda sebagai guru. Selamat Mencoba.
Asep Sapa'at
Teacher Trainer di Divisi Pendidikan Dompet Dhuafa