“IPK tertinggi akan mengantarkan pada job interview, tapi leadership akan mengantarkan pada masa depan.”
--Anies Baswedan, Ph.D.—
Sungguh sangat menyedihkan, menyaksikan anak-anak muda Indonesia kehilangan jati diri. Parahnya lagi, sekolah dan kampus yang kita anggap menjadi tempat lahirnya kaum terdidik, kerap mempertontonkan dagelan anak muda berperilaku seolah tak pernah mengenyam pendidikan.
Mari saksikan aksi tawuran antar pelajar dan mahasiswa, aksi mencontek saat ujian nasional, aksi corat-coret seragam sekolah, aksi perjokian dalam tes masuk perguruan tinggi. Inikah hasil dari proses pendidikan di sekolah dan kampus?
Saya adalah anak muda. Saya punya cara sendiri untuk menikmati masa-masa muda di bangku sekolah dan kampus.
Hidup berorganisasi, inilah fase penting dalam kehidupan saya. Mendengarkan ceramah guru dan dosen di kelas tak cukup mampu dijadikan modal untuk bisa hidup. Bisa mengerjakan soal ujian tak jamin dapat hidup sukses. Justru ketika menjalani kehidupan berorganisasi di sekolah dan kampus, saya malah bisa belajar tentang makna kehidupan.
Bicara kehidupan, lekatkan ingatan pada kata "leadership". Bicara soal leadership, ingatlah tentang organisasi. Sejatinya, eksis dalam kehidupan organisasi mampu mengasah jiwa leadership seseorang. Jiwa leadership inilah modal penting meraih masa depan gemilang. Sayang, tak semua anak sekolah dan mahasiswa paham serta sadar hal ini.
Rugi rasanya, jika hidup kita saat ini tak ada beda dengan kehidupan kita di masa lampau. Jumud dalam berpikir serta miskin dalam berkarya, persoalan mendasar orang yang tak mau berbenah diri.
Kehidupan organisasi memaksa saya untuk selalu berubah dan berbenah. Hobi saya kini, yaitu berbagi ilmu dengan cara berbicara di berbagai forum. Nah, mungkinkah berbicara di depan umum bisa dilakukan orang yang merasa rendah diri dan tak punya keterampilan public speaking? Tak mungkin.
Lucunya, jika dulu Anda paksa saya untuk berbicara di depan umum, maaf saya tak bisa lakukan. Saya tak cukup punya rasa percaya diri. Kalau Anda tetap memaksa, saya akan menangis jika itu perlu saya lakukan. Lucu memang, tapi itulah diri saya di masa lalu.
Organisasi Pramuka, tempat terbaik bagi saya untuk menghancurkan rasa rendah diri. Di saat bersamaan, saya dilatih untuk terampil berbicara di depan umum. Tak ada saat paling menegangkan ketika saya harus memperkenalkan diri kepada adik kelas di acara-acara kepramukaan.
Awalnya berat memang, namun lama-kelamaan mulai menikmati hingga doyan berbicara di depan umum. Saya percaya, ala bisa karena biasa. Anda takut karena suatu hal? Lakukan saja apa yang Anda takutkan. Saya pernah mengalami hal itu. Percayalah pada diri Anda lalu cobalah berlatih, maka Anda akan merasakan diri Anda menjadi pribadi yang baru.
Mengapa saya harus aktif berorganisasi? Membangkitkan jiwa leadership. Saya tak punya banyak waktu untuk nongkrong di mall, ngerumpi sana sini, maupun melamun tak karuan. Waktu saya persis dihabiskan untuk menjalankan roda organisasi.
Saya baru sadar belakangan, inilah cara terbaik agar tak mudah dipengaruhi narkoba dan gaya hidup bebas ala remaja hedonis dewasa ini. Saya mengedepankan sikap totalitas dalam berorganisasi. “Selamat tinggal budaya hedon, selamat datang di dunia pengembangan diri,” itulah kata-kata bertenaga yang selalu tertanam di benak saya.
Semasa SMP, saya mengemban amanah sebagai Ketua OSIS dan Wakil Ketua Pramuka. Cerita berlanjut di SMA, dengan menjadi Ketua Pramuka, Wakil Ketua OSIS, Wakil Ketua Ikatan Pelajar Mesjid Sekolah, dan anggota Paskibra, jalan terbaik untuk menguji jiwa leadership.
Memutuskan pilihan untuk aktif berorganisasi punya risiko besar, yakni harus mampu menyeimbangkan kehidupan akademik dengan kehidupan organisasi. Tak sedikit teman-teman aktivis yang tumbang karena tak bisa mengatur waktunya sekaligus mengemban amanah dengan baik.
Prestasi akademik jeblok, tak jarang kehidupan organisasi menjadi pelarian semata. Tantangan terbesar bagi saya adalah menjadi aktivis organisasi yang punya prestasi akademik gemilang. Hal ini hanya dapat terjadi, andai kita bisa mengelola waktu dengan baik. Sadarkah Anda wahai anak muda, inilah pelajaran terbaik untuk mengelola aset maha penting untuk masa depan, yaitu latihan beraktualisasi diri.
Akhirnya, kehidupan organisasi di kampus menyempurnakan pengembaraan saya dalam proses mencari jati diri. Ketua Bidang Organisasi Kemahasiswaan tingkat jurusan, Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Mahasiswa tingkat fakultas, serta menjadi Ketua Bidang Badan Eksekutif Mahasiswa tingkat fakultas menjadi akhir perjalanan itu.
Dari waktu ke waktu hidup di organisasi, masalah yang dihadapi semakin pelik. Semakin rumit suatu masalah, semakin menantang untuk diselesaikan.
Disadari atau tidak, kematangan pribadi dalam mengelola masalah serta keberanian dalam mengambil keputusan menjadi semakin teruji. Inilah pelajaran penting tentang makna leadership.
Anies Baswedan pernah berujar, “Leadership itu bukan pengetahuan, melainkan karakter yang mesti ditumbuhkan.” Karakter tersebut hanya akan tumbuh dan dimiliki oleh anak muda yang akrab dengan "masalah", serta memiliki seni untuk memecahkan "masalah" yang menderanya.
Masa depan itu indah bukan karena semuanya sudah pasti dan tersedia semua untuk kita. Namun, karena sudah banyak karya yang pernah kita lakukan di masa lampau. Karena karya itulah, kita punya banyak pilihan untuk memutuskan yang terbaik untuk masa depan kita. Bergumul dengan masalah, terampil mengelola masalah, berani mengambil keputusan, serta menemukan jati diri, itulah leadership.
Pembaca yang budiman, Anda boleh tak sepakat soal definisi ini. Saya hanya ingin sampaikan satu hal penting, hidup saya hari ini sangat dipengaruhi oleh latihan hidup berorganisasi. Memiliki jiwa leadership dalam diri, kado terindah karena sering terlibat "masalah" dalam kehidupan berorganisasi.
Anda takut masalah? Jiwa leadership akan menjauh pergi dari diri Anda. Cobalah cari masalah, jangan cari-cari masalah.
Asep Sapa'at
Teacher Trainer di Divisi Pendidikan Dompet Dhuafa