Kamis 10 Jan 2013 15:30 WIB

PGRI: Kurikulum 2013 Bagus, Tapi..

Rep: Fenny Melisa/ Red: Fernan Rahadi
Logo PGRI
Logo PGRI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyambut baik kurikulum 2013 yang akan dilaksanakan pada satuan pendidikan SD, SMP, dan SMA. Namun, kebijakan pemerintah untuk mengimplementasikan kurikulum berbasis observasi integratif itu dinilai mengabaikan kesiapan guru.

"Kami menyambut baik kurikulum 2013 karena sesuai dengan kemajuan yang terjadi di masyarakat. Tapi, kami nilai pemerintah abai terhadap persiapan guru. Belum banyak guru yang tahu seperti apa konsepnya kurikulum 2013," kata Ketua Umum PB PGRI Sulistyo, Kamis (10/1).

Menurut Sulistyo pemerintah tidak mempertimbangkan kondisi heterogen guru terutama guru di pedalaman.

"Betapapun kurikulum sangat baik, yang melaksanakan guru. Kondisi guru sekarang sangat heterogen. Guru-guru kelas 1-4 SD yang di pedalaman misalnya, menurut pengalaman kami mereka tidak mudah adaptasi hal-hal yang baru apalagi waktunya singkat," katanya.

Sulistyo menuturkan PGRI telah menginformasikan kepada para guru terkait perubahan kurikulum melalui penyebaran naskah uji publik. Akan tetapi, tidak semua guru memahami naskah uji publik tersebut.

"Sampai sekarang belum ada kurikulumnya. Cuma ada naskah uji publiknya," kata Sulistyo.

Menurut Sulistyo perubahan kurikulum yang terdahulu pun tidak menuai keberhasilan. Ia menilai tiga hal yang menyebabkan gagalnya perubahan kurikulum sebelumnya yaitu kesiapan guru, kesiapan sekolah, dan kesiapan dokumen.

"Kesiapan guru merupakan faktor utama gagalnya kurikulum terdahulu. Pemerintah sebaiknya jangan tergesa.-gesa Kalau tidak, mubazir akan terjadi lagi," kata dia.

Mengenai konsep kurikulum 2013, Sulistyo mengaku sulit untuk memberi saran kepada pemerintah karena kurikulum merupakan domain pemerintah.

"Memang kurikulum ini wewenangnya ada di pemerintah. Tapi yang melaksanakannya kan guru. Percuma kurikulumnya bagus tapi tidak dilaksanakan dengan baik oleh guru karena guru belum paham benar. Apalagi pembinaan guru sejak masa otonomi daerah memprihatinkan. Pembinaan guru hanya menekankan banyaknya jumlah jam mengajar guru," tutur Sulistyo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement