REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Selain memiliki keuntungan terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional RSBI), ternyata juga memiliki dampak negatif. Penilaian itu disampaikan Dewan Pendidikan Kota Bekasi, Jawa Barat (Jabar).
"Persoalan itu di antaranya, psikologis siswa RSBI yang saat ini nasibnya terkatung karena tidak memiliki kejelasan status pembelajaran pascaketetapan hukum MK," ujar Ketua Dewan Pendidikan Kota Bekasi, Adi Firdaus, di Bekasi, Jumat (11/1).
Di Indonesia, papar dia, ada sekitar ribuan siswa Sekolah Dasar (SD), SMP dan SMA negeri yang menuntut ilmu di 1.305 sekolah yang berlabel RSBI. "Pasti di antara mereka ada yang khawatir dengan kebijakan itu, apalagi sekarang sudah tengah semester," ujarnya.
Pemerintah, diharapkan dia, juga harus bertanggung jawab terhadap nasib sekolah eks RSBI, terutama kualitasnya yang selama ini ada. Adi juga mempertanyakan implikasi putusan tersebut pada sekolah RSBI yang diselenggarakan swasta.
"Sebab, pemerintah juga mendorong sekolah-sekolah swasta menjadi RSBI dan memberikan bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk kegiatan tersebut," katanya.
Adi menambahkan, implikasi lainnya dari penghapusan RSBI adalah persoalan aset yang bersumber dari bantuan orang tua siswa. Menurut dia, RSBI di Kota Bekasi berlangsung sejak 2005 lalu. Hingga kini, sebanyak lima sekolah menyandang status sebagai RSBI yakni SMPN1, SMPN5, SMAN1, SMAN5, dan SMKN1.
Sejak beroperasinya sekolah tersebut, kata dia, banyak orang tua atau lulusan sekolah RSBI yang memberikan sumbangan berupa fasilitas pendidikan seperti alat laboratorium, AC, meja kursi, dan lainnya. "Mau dikemanakan barang-barang itu. Apakah kita buang begitu saja karena tidak ada laporan keuangan yang jelas dari mana barang-barang tersebut," katanya.