Selasa 29 Jan 2013 09:00 WIB

RSBI Bantul Tak Lagi Gunakan Bahasa Inggris Sebagai Pengantar

Red: Taufik Rachman
 Sejumlah orang tua/wali murid berfoto bersama usai sidang pembacaan putusan MK tentang RSBI di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (8/1).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Sejumlah orang tua/wali murid berfoto bersama usai sidang pembacaan putusan MK tentang RSBI di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (8/1).

REPUBLIKA.CO.ID,BANTUL--Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, memastikan bahwa sekolah berlabel Rintisan Sekolah Berstandar Internasional di daerah itu menerima putusan Mahkamah Konstitusi tentang penghapusan RSBI.

Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Nonformal (Dikmenof) Kabupaten Bantul, Masharun Ghozalie, di Bantul,Senin mengatakan secara prinsip dinas dan sekolah-sekolah berlabel RSBI di Bantul menerima putusan MK tersebut.

"Maka implikasi dari itu kami telah menginstruksikan sekolah melakukan penurunan papan nama RSBI, penggantian kop-kop surat, amplop yang bertuliskan RSBI dan telah dilakukan oleh sekolah-sekolah tersebut," katanya.

Menurut dia, dinas juga menginstruksikan supaya Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) yang semula sekolah RSBI lebih dulu, maka PPDB tahun ini sekolah yang awalnya berjenjang RSBI berbarengan dengan sekolah reguler.

Terkait iuran, kata dia yang sebelumnya sudah dibayarkan di muka untuk SMA/SMK yang awalnya berlabel RSBI, hal itu tetap jalan dengan koordinasi antara pihak sekolah dan dewan sekolah. "Iuran tetap jalan terus untuk SMA/SMK RSBI hanya saja keputusan besaran nominal tergantung putusan dewan sekolah dan iuran tersebut berbentuk sumbangan," katanya.

Ia mengatakan, untuk mata pelajaran Bahasa Inggris pihaknya tidak akan menjadikan sebagai bahasa pengantar pada tiap mata pelajaran, namun Bahasa Inggris akan dimasukkan dalam mata pelajaran tersendiri secara khusus. "Kami tidak bisa mengurangi jam mata pelajaran untuk bidang studi bahasa inggris," katanya.

Sementara, bagi sekolah yang telah terlanjur mengikuti kurikulum "sister school" seperti Sekolah di Singapura atau Thailand, maka semester ini sementara tidak diperbolehkan untuk menyelenggarakan studi banding ke sekolah luar negeri tersebut. "Kalau urusan kunjungan bukan "sister school" tetapi penjajakan kelanjutan studi dan sebagainya masih diperbolehkan," katanya.

Ia mengatakan, sekolah juga diminta untuk melakukan aktivitas nyata guna merevisi Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS) serta melakukan revisi terhadap kurikulum yang terdapat dalam RSBI. "Siswa miskin tetap mendapat porsi kuota di sekolah tersebut antara lima hingga 25 persen," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement