REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG—Setelah ditemukan buku bahasa Sunda berbau porno berjudul Ngeunah Keneh Inem , Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar, akan menilai ulang 770 buku bahasa sunda. Menurut Kepala Balai Pengembangan Bahasa Daerah dan Kesenian Disdik Jabar, Husein R Hasan,
‘’Kami akan menilai ulang 770 buku yang baru dan sudah direkomendasikan. Jadi, nanti ada surat keputusan (SK) revisi,’’ ujar Husein, Kamis (31/1).
Husein mengatakan, sebenarnya penilaian buku tersebut program rutin setiap lima tahun. Penilaian, ini ada dalam program Balai Pengembangan Bahasa Daerah dan Kesenian.
Semua buku yang sudah direkomendasikan, kata dia, akan dinilai ulang. Yakni, dari segi isi, metode penulisan dan manfaat. Kalau ternyata sudah tidak relevan dengan perkembangan bahasa daerah saat ini, maka tidak akan direkomendasikan. ‘’Penilaian itu akan dilakukan Februari dan Maret,’’ imbuhnya.
Menurut Husein, buku baru yang akan dinilai sekitar 30 buku. Sementara buku lama yang sudah ada di daftar sekitar 740. Jadi, totalnya sekitar 770 buku. Penilaian ulang tersebut, melihat dari reaksi masyarakat juga. ‘’Misalnya, buku Ngeunah Keneh Inem, kan lima tahun ke belakang sudah masuk daftar. Karena ada reaksi sekarang, maka kami anulir,’’ paparnya.
Husein mengatakan, peniliaan terhadap buku bahasa Sunda akan diperketat dengan ada protes dari masyarakat. Selain itu, Disdik Jabar akan meminta pemerintah pusat untuk membimbing tentang teknis peniaian dan menilai buku seperti apa. ‘’Variabelnya, nanti lebih jelas lagi agar tidak menimbulkan polemik dan dinamika di masyarakat,’’ tegasnya.
Waktu yang dibutuhkan untuk menilai buku, menurut Husein, sekitar 2 sampai 3 bulan. Penilaian ulang ini dilakukan, untuk menjaminan mutu buku yang ada di sekolah maupun diperpustakaan.
Tim penilainya, kata dia, masih tetap melibatkan pakar dari UPI dan Unpad, pengarang serta penerbit. Setelah selesai dinilai, maka akan ada daftar buku baru. Saat akan membeli buku, sekolah bisa melihat dari referensi tersebut.
Filter terakhir, lanjut dia, sebenarnya ada disekolah. Kalau menilai kurang baik, bisa tidak membeli buku itu. ‘’Jadi, tidak ada keharusan sekolah membelinya hanya rekomendasi saja,’’ tuturnya.
Menurut Anggota Tim Penilai dari UPI, Dingding Haerudin, tim meloloskan buku Ngeunah Keneh Inem, karena dari penilai melihat tidak ada unsur yang seperti diresahkan. Selain itu, buku tersebut masuk dalam kategori bacaaan bukan buku ajar atau pelajaran. ‘’Jadi, buku itu memang untuk umum bukan siswa,’’ kata Dingding.
Seharusnya, kata dia, guru yang membaca buku tersebut. Karena, buku tersebut masih bisa dibaca oleh guru untuk menambah pemahaman mereka tapi tidak untuk diajarkan.