REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai mengatakan akan kembali memanggil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh terkait revisi Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
"Kami akan kembali mengirimkan surat paling lambat besok untuk pemanggilan kembali tanggal 18 Februari 2013. Kami berharap, Mendikbud datang karena waktunya kali ini cukup panjang," kata Natalius Pigai di Jakarta, Rabu.
Komisioner Komnas HAM bidang Pemantauan dan Penyelidikan Pelanggaran HAM itu mengatakan pemanggilan Mendikbud itu untuk memenuhi asas imparsialitas dan keberimbangan, sehingga Komnas HAM perlu mendengar argumentasi dari pihak Kemendikbud.
"Selama ini kami baru mendengar pengaduan dan argumentasi dari organisasi guru. Karena itu, kami perlu tahu argumentasi dari Kemendikbud.
Mendikbud Mohammad Nuh tidak memenuhi panggilan dan memberikan konfirmasi atas pemanggilan Komnas HAM yang pertama pada Rabu untuk memberikan klarifikasi dan argumentasi terkait revisi PP Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru.
Natalius Pigai menilai Mendikbud seharusnya sudah tahu tentang pemanggilan dan persoalan yang sedang menjadi perhatian Komnas HAM.
Sebab, salah satu media, kata Natalius, sudah memberitakan bahwa Mendikbud menyatakan belum menerima surat pemanggilan dari Komnas HAM. Itu menunjukkan setidaknya Mendikbud sudah tahu dari wartawan.
"Namun, kami berpikir positif saja. Mungkin suratnya memang belum sampai ke Mendikbud atau belum didisposisikan. Atau bisa saja Mendikbud sudah tahu dan sedang menyiapkan dokumen-dokumen untuk menyampaikan argumentasi terkait masalah revisi PP Guru," tuturnya.
Sebelumnya, Jumat (1/2), tiga organisasi guru yaitu Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) dan Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengadu ke Komnas HAM terkait revisi PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
Mereka menilai revisi PP tersebut merupakan upaya untuk membungkam dan memberangus organisasi guru yang selama ini bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah di bidang pendidikan dengan menggiring adanya organisasi profesi guru tunggal.
Pada pasal 44 ayat (3) draf revisi PP tersebut tercantum bahwa organisasi guru harus memenuhi persyaratan memiliki keanggotaan yang terdata dan tersebar di seluruh provinsi dan kabupaten-kota minimal 25 persen dari jumlah guru di wilayah itu.
Organisasi juga harus memiliki kepengurusan di pusat dan semua provinsi serta minimal 75 persen kabupaten-kota, memiliki kode etik dan dewan pusat kehormatan guru sampai di tingkat kabupaten-kota.
Natalius Pigai menilai pasal tersebut berpotensi mengekang kebebebasan berserikat guru dan melanggar hak individu untuk berekspresi.