REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Kontribusi jumlah lulusan pendidikan tinggi Indonesia di dunia terus meningkat setiap tahunnya. Tahun 2000-an kontribusi Indonesia sebanyak tiga persen, tahun 2010 sebanyak empat persen, dan pada 2020 diperkirakan naik 5-6 persen atau urutan ke lima di dunia berdasarkan tingkat populasi penduduk.
Dari data terakhir yang dikeluarkan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada Februari 2013, Indonesia berada di kuadran 1, yaitu negara yang mengalami perbaikan dari sisi equity dan performance.
“Equity naik 7 persen, dan performance naik 30 persen,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh, saat memberi paparan di hadapan 1000 peserta Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2013, di Bojongsari, Depok, Jawa Barat, Senin (11/02).
Nuh mengajak seluruh pemangku kepentingan dunia pendidikan untuk mengerahkan segala upaya untuk tidak sekedar mengejar peningkatan kontribusi, tapi lebih kepada kualitas pendidikan itu sendiri.
“Kontribusi kita memang penting, tapi yang penting itu kualitasnya,” kata Nuh dalam rilis yang diterima ROL.
Kualitas pendidikan ditunjukkan oleh kualitas lulusan dalam dunia kerja. Pekerja yang kompeten sangat dibutuhkan. Perguruan tinggi-perguruan tinggi terutama yang memiliki kemampuan dan kompetensi di wilayah social engineering, diajak untuk menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pembentukan tenaga kerja yang kompeten.
“Pendidikan itu bukan sekadar urusan tenaga kerja, tapi juga kemartabatan,” imbuhnya.
Ukuran peningkatan dalam dunia pendidikan erat hubungannya terhadap ukuran yang dipakai pada penelitian di dunia. Peningkatan kualitas pendidikan dasar, menengah dan tinggi akan berpengaruh pada ukuran Indeks Pembangunan Manusia (HDI), Millenium Development Goals (MDG’s), dan Pendidikan Untuk Semua (EFA).
“Oleh karena itu, kita mengkaitkan (pendidikan) dengan berbagai bidang, karena pendidikan itu jadi akarnya. Kalau pendidikan bagus, maka EFA selesai, HDI selesai,” ujarnya.