REPUBLIKA.CO.ID,MUNTOK--Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Bangka Barat, mengungkapkan Ujian Nasional (UN) sebagai penentu kelulusan dinilai menjadi salah satu pemicu tindak kecurangan para guru di daerah untuk meluluskan siswa dengan nilai pelajaran kurang.
"UN sebagai penentu kelulusan kami nilai kurang adil, karena nasib siswa yang sudah belajar sekian tahun hanya ditentukan dalam tiga hari pelaksanaan ujian tersebut," ujar Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah Disdikpora Kabupaten Bangka Barat, Amrullah Sidik di Muntok, Selasa.
Ia menjelaskan, nilai UN sebagai salah satu penentu kelulusan dengan persentase pembagian lebih besar, menjadi beban tersendiri bagi para guru dan pihak sekolah bekerjasama untuk mengatrol nilai siswa dengan memberi nilai rata-rata harian tinggi.
Mengatrol nilai ini, kata dia, diharapkan agar saat dijumlahkan dengan nilai hasil UN dan dibagi dengan rumus pembagi, hasil akhirnya tetap bisa mencapai di atas batas minimal kelulusan.
"Pola di lapangan seperti itu, apalagi guru-guru di sekolah di daerah dengan kondisi muridnya kurang begitu menguasai materi pelajaran, mungkin guru tidak hanya sebatas itu dalam mengatrol nilai siswanya agar dapat lulus, bisa saja mereka berbuat curang dengan cara lain," katanya.
Ia mengatakan, kalau di kota besar seperti di Pulau Jawa, kemungkinan praktik katrol nilai sudah jarang ditemukan karena kontrol sosial dan kontrol dari dinas terkait tinggi, namun untuk sekolah di daerah, praktik seperti itu sudah menyebar.
Untuk itu, katanya, ada baiknya Pemerintah memberikan jalan keluar terbaik untuk meningkatkan mutu dunia pendidikan nasional dengan berdasarkan nilai-nilai kejujuran.
"Kalau para pendidiknya jujur, kami yakin mentalitas dunia pendidikan akan membaik dan tentunya akan berdampak pada kualitas pendidikan nasional," kata dia.
Dalam upaya mencapai target itu, kata dia, UN masih bisa diterapkan, namun hanya diberlakukan di beberapa sekolah sebagai indikator penilaian standar mutu pendidikan nasional, bukan sebagai penentu kelulusan siswa.
"Sedangkan untuk menentukan kelulusan siswa dapat dengan penilaian penguasaan materi pelajaran tiap siswa, kalau belum mengerti dan memahami apa yang diajarkan ya tidak lulus, seperti yang diterapkan di taman pendidikan Al quran, kalau tidak lulus iqro tidak bisa meneruskan ke Alquran, " ujarnya.
Ia menjelaskan, standar pemahaman mata pelajaran ini bisa diterapkan sama di seluruh Indonesia, jadi bisa saja si siswa lulus atau naik kelas lebih cepat, namun juga tidak menutup kemungkinan siswa akan mengulangi beberapa tahun di kelas yang sama karena belum paham apa yang diajarkan.
Dengan pola seperti ini, menurut dia, akan memungkinkan mengubah pola pikir guru agar tidak terbebani mengejar nilai tinggi dan mencapainya dengan segala macam cara, namun fokus pada cara menyampaikan mata pelajaran agar lebih mudah dipahami siswa. "Kami yakin dengan perubahan pola itu bisa lebih membuat dunia pendidikan jadi lebih jujur," katanya.
Dengan demikian guru dituntut untuk memberikan pemahaman pelajaran kepada siswa secara lebih jelas sampai siswa benar-benar mengerti apa yang diajarkan, sehingga tidak dibatasi target waktu tetapi target pencapaian tingkat pemahaman siswa.