Jumat 22 Feb 2013 14:50 WIB

Pembelajaran Bahasa Ibu Perlu Revitalisasi

Seorang perempuan membaca salah satu buku sastra daerah dalam Kongres Internasional II Bahasa-bahasa Daerah Sulawesi Selatan di Makassar (ilustrasi).
Foto: Antara/Dewi Fajrian
Seorang perempuan membaca salah satu buku sastra daerah dalam Kongres Internasional II Bahasa-bahasa Daerah Sulawesi Selatan di Makassar (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,DENPASAR--Akademisi Universitas Udayana (Unud) Denpasar Prof Made Budiarsa berpendapat proses pembelajaran bahasa ibu atau bahasa daerah perlu direvitalisasi melalui beberapa teknik pengajaran di kelas sebagai salah satu upaya melestarikan bahasa lokal.

"Kita harus membuat materi bahasa daerah menjadi lebih menarik. Kalau sudah menarik dengan cara penyampaian dan fasilitas yang siap sehingga hal itu tidak kalah seperti apa yang disajikan dalam proses pembelajaran di lembaga kursus bahasa Inggris yang saat ini menjamur di Bali," katanya saat menjadi pembicara dalam Seminar Pelestarian Bahasa Ibu untuk Memperkuat Jati Diri Bangsa yang Majemuk di kampus Universitas Udayana di Denpasar, Jumat.

Menurut dia, cara penyampaian dalam proses pembelajaran bahasa daerah di sekolah masih jauh lebih rendah jika dibandingkan metode yang dilakukan lembaga kursus.

Dosen Linguistik Terapan dan Sosiolinguistik pada program Magister dan Doktor Linguistik Unud itu menambahkan bahwa proses pengajaran bahasa Bali bisa meniru gaya dan cara yang diberikan oleh lembaga kursus bahasa asing yang memanfaatkan teknik teknologi informasi tentang sistem bunyi, kosakata, dan gramatika.

Namun Asisten Direktur I Program Pascasarjana Unud itu masih menyayangkan porsi dan jam mata pelajaran bahasa daerah yang berkurang karena bergabung dalam kolom seni budaya dan prakarya pada kurikulum 2013.

Sedangkan posisi bahasa daerah saat ini semakin terjepit dengan masuknya pengaruh budaya asing yang hidup daa berkembang seiring dengan bahasa Bali sehingga kerap terjadi campur bahasa dan budaya

"Penempatannya tidak pas. Dia (bahasa daerah) masuk ke dalam kolom seni budaya dan prakarya. Jadi 'dignity' bahasa daerah ini dihilangkan. Ini masalah yang perlu kita bicarakan bersama," ujarnya.

Dia mengaharapkan para peneliti yang tergabung dalam Asosiasi Peneliti Bahasa Lokal (APBL) turut berperan dalam upaya melestarikan bahasa lokal.

Senada dengan Budiarsa, pembicara dari Australian National University, I Wayan Arka, Ph.D menyatakan bahwa penelitian dari Badan Bahasa mengenai bahasa daerah selama ini masih tergolong rendah.

"Penelitian Badan Bahasa lebih besar sekitar 70 persen itu terkait bahasa Melayu dan bahasa Indonesia sedangkan 'vernacular' (bahasa daerah) baru sekitar 30 persen," ujarnya.?

sumber : antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement