REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggaran pendidikan yang dikelola pemerintah dinilai belum mampu meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.
Menurut laporan Tinjauan Belanja Publik Sektor Pendidikan (Education Public Expenditure Review) yang dilansir World Bank, meskipun anggaran pendidikan Indonesia yang kini mencapai 20 persen dari APBN dan pembiayaan pendidikan yang terus meningkat beberapa tahun terakhir, ternyata belum membuahkan capaian pendidikan yang diharapkan.
"Skor Indonesia dalam sejumlah tes internasional menunjukan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat rendah dan belum menunjukkan perkembangan signifikan," kata Spesialis Pendidikan World Bank untuk Indonesia, Mae Chu Chang.
Hal itu disampaikan dia pada diskusi panel Politik Pendidikan Nasional 'Kemana Arah Politik Pendidikan Nasional dengan Anggaran yang Terus Meningkat?', di Jakarta, Kamis (14/3).
Menurut Mae, rendahnya kualitas pendidikan meski anggaran pendidikan terus meningkat disebabkan belanja publik di sektor pendidikan hanya fokus pada jenjang pendidikan 9 tahun.
"Belanja publik di sektor pendidikan memang telah memperluas akses dan meningkatkan angka partisipasi sekolah selama satu dekade terakhir terutama bagi kalangan siswa miskin. Kendati demikian, peningkatan angka partisipasi tersebut lebih terlihat pada tingkat wajib belajar 9 tahun yaitu jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sementara, akses terhadap level pendidikan menengah atas dan perguruan tinggi masih tergolong sangat rendah di kalangan siswa miskin," beber Mae.
Mae mengatakan menurut standar internasional, alokasi anggaran untuk pendidikan anak usia dini, jenjang pendidikan atas, dan perguruan tinggi di Indonesia masih tergolong rendah.
Hal ini menurutnya terlihat pada pola pembiayaan yang berlaku saat ini tidak membawa dampak signifikan pada perbaikan kualitas pendidikan serta akses pasca-wajib belajar 9 tahun bagi siswa miskin.
Belum lagi, Mae menuturkan, pada pola pembiayaan pendidikan saat ini di mana porsi anggaran cukup besar dialokasikan untuk membayar gaji guru serta membiayai program sertifikasi guru, tidak diikuti dengan membaiknya kualitas performa siswa.
"Anggaran yang dibutuhkan untuk membayar gaji guru meningkat tajam seiring dengan meningkatnya jumlah guru secara keseluruhan dan jumlah ini terus meningkat. Meskipun program sertifikasi guru telah membantu memperbaiki kesejahteraan guru, namun belum terlihat adanya bukti bahwa program sertifikasi ini lantas diikuti dengan semakin membaiknya performa siswa," kata Mae menjelaskan.
Melihat laporan World Bank tersebut, Mae menyarankan agar pemerintah Indonesia perlu untuk merealokasi anggaran pendidikan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi serta program beasiswa siswa miskin.
Pemerintah Indonesia juga perlu meningkatkan dukungan dari pemerintah daerah ke sekolah-sekolah serta perbaikan rencana, transparansi, dan akuntabilistas anggaran pendidikan.
"Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan pembiayaan yang lebih efektif sehingga anggaran pendidikan yang besar berdampak positif pada kualitas pendidikan," ujarnya.