Jumat 12 Apr 2013 18:35 WIB

20 Paket Soal UN Bukan untuk Takuti Siswa

Rep: Alicia Saqina/ Red: Djibril Muhammad
Ujian Nasional tingkat SMA
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Ujian Nasional tingkat SMA

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Ujian Nasional (UN) tinggal beberapa hari lagi. Senin (15/4) mendatang, secara serentak se-Indonesia, siswa-siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat akan menghadapinya.

Namun kali ini ada hal yang berbeda. Banyaknya paket soal UN di tahun ajaran ini tidak lagi dua atau lima jenis. Akan tetapi, jumlahnya sebanyak 20 paket.

Dengan jumlah paket soal sebanyak 20 tersebut, Wakil Wali Kota Depok Idris Abdul Somad pun angkat bicara. Ia mengatakan, banyaknya paket soal UN di tahun ajaran kali ini, bukan bertujuan untuk menakut-nakuti para siswa.

Bahkan Pemerintah Kota (Pemkot) Depok menghargai upaya-upaya peningkatan mutu yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dengan menghadirkan paket soal UN yang berjumlah puluhan itu.

"Intinya, semangatnya, tujuannya itu sama. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak kita. Bukan untuk menjadikan siswa sebagai kelinci percobaan. Ini yang harus diluruskan," ujar Idris, Jumat (12/4), di Balai Kota, Depok, Jawa Barat.

Hanya saja, ia menjelaskan, nantinya sistem paket soal UN yang baru ini pun perlu dievaluasi. Menurut Idris, penerapan sebanyak 20 paket soal UN ini merupakan hal yang positif.

Akan tetapi, penerapannya harus dievaluasi secara komprehensif. Sebab, belum tentu setiap provinsi dapat diberlakukan sistem UN yang seperti ini.

Idris menjelaskan, sebanyak 20 paket soal UN ini, sepertinya harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing daerah. Sesungguhnya secara normatif, teori diferensiasi pendidikan sudah ada sebelumnya. Hanya saja, di lapangan, teori diferensiasi tersebut belum dipraktikkan.

"Sebenarnya (20 paket soal UN, Red.) itu untuk meningkatkan kualitas tadi. Cuma, memang harus dievaluasi dari daerah ke daerah. Dilihat bagaimana kapasitas mereka, dengan gizi dan makan yang berbeda, ekonomi yang berbeda, sarana dan prasarana berbeda," paparnya.

Namun, ia melanjutkan, terkait diferensiasi pendidikan ini, juga bukan mengharuskan penyeragaman sistem UN tidak dilakukan. Ia mengharapkan, agar ke depannya semua kebijakan yang diputuskan pemerintah pusat dalam bidang pendidikan memberikan efek positif.

"Ini masih pro-kontra. Artinya ada perbedaan pendapat antara mereka (pemerintah) terkait penyeragaman ini. Tapi, wacana pendapat seperti itu ada," ujarnya.

Sementara, seorang siswi kelas XII SMA Mardi Yuana Kota Depok, Yenny Jelita, mengatakan cemas menghadapi UN yang tinggal tiga hari itu.

Ia pun sudah mengetahui sistem penyelenggaraan UN yang dengan 20 paket soal tersebut.

Meski sudah mengikuti kelas tambahan dan bergabung di kelas bimbingan belajar di luar sekolah, khawatir tetap ia rasakan.

Ia menjelaskan, upaya-upaya belajar yang ia lakukan sejak Oktober lalu itu, memang sangat membantunya dalam hal persiapan teknis hadapi UN. "Tetapi, tetap saja mental ini seperti masih belum siap," ucap siswi yang sekolahnya terletak di Jalan Siliwangi, Depok ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement