Senin 15 Apr 2013 20:30 WIB

UN Tertunda, Kemendikbud Diminta Tanggung Jawab Penuh

Rep: Fenny Melisa/ Red: Fernan Rahadi
Logo Kemendikbud
Logo Kemendikbud

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR, Raihan Iskandar meminta Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) bertanggung jawab penuh terkait penundaan Ujian Nasional (UN) 2013.

"Permasalahan UN kali ini mengindikasikan bahwa perencanaan dan pengawasan yang tidak matang dalam proses persiapan UN. Karena itu saya meminta kepada Kemendikbud untuk bertanggung jawab penuh atas hal ini," kata Raihan dalam keterangan persnya yang diterima Republika Senin (15/4).

Menurut Raihan permasalahan-permasalahan pelaksanaan UN tahun ini seperti tertundanya UN di 11 provinsi dikarenakan belum selesainya soal dan lembar jawaban dicetak oleh salah satu pemenang tender yang mencakup 11 provinsi di Indonesia tengah.

Akibatnya untuk 11 provinsi ini UN baru akan dilaksanakan 18 April mendatang. "Ini sangat rentan terjadinya kebocoran soal mengingat tidak serentaknya pelaksanaan," kata Raihan.

Selain itu, pelaksanaan UN hari pertama pun ditemukan permasalahan seperti lembar jawaban bahasa Indonesia yang tertukar dengan bahasa Inggris. Ada juga kasus tertukarnya soal SMA dengan SMK. Belum lagi kualitas kertas yang buruk yang banyak dikeluhkan oleh para peserta UN.

"Kemendikbud harus melakukan evaluasi dan proses pengawasan terhadap percetakan yang lemah atau lalai. Misalnya, kenapa untuk proyek yang sejak awal tidak bermasalah dari sisi anggaran yang cukup besar bisa terlambat padahal 5 percetakan yang lain bisa tepat waktu?," kata Raihan.

Evaluasi tersebut lanjut Raihan juga mencakup penggunaan anggaran yang tidak semestinya dalam pengawasan di 11 provinsi yang ditunda ini.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا جَاۤءَكُمُ الْمُؤْمِنٰتُ مُهٰجِرٰتٍ فَامْتَحِنُوْهُنَّۗ اَللّٰهُ اَعْلَمُ بِاِيْمَانِهِنَّ فَاِنْ عَلِمْتُمُوْهُنَّ مُؤْمِنٰتٍ فَلَا تَرْجِعُوْهُنَّ اِلَى الْكُفَّارِۗ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّۗ وَاٰتُوْهُمْ مَّآ اَنْفَقُوْاۗ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اَنْ تَنْكِحُوْهُنَّ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۗ وَلَا تُمْسِكُوْا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقْتُمْ وَلْيَسْـَٔلُوْا مَآ اَنْفَقُوْاۗ ذٰلِكُمْ حُكْمُ اللّٰهِ ۗيَحْكُمُ بَيْنَكُمْۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta kembali mahar yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.

(QS. Al-Mumtahanah ayat 10)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement