REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Mendikbud Mohammad Nuh menilai pengabaian hasil ujian nasional (UN) 2013 untuk SMA dan sederajat yang diusulkan Komisi X DPR belum tentu diterima oleh peserta UN, baik dari provinsi yang melaksanakan serentak maupun tidak.
"Usulan itu kami terima, tapi akan kami kaji. Bayangkan kalau diabaikan, tentu 22 provinsi yang nggak ada masalah dengan UN akan menolak, bahkan yang digeser (tidak serentak waktunya) pun menolak karena punya harga diri," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) di Surabaya, Sabtu.
Dalam konferensi pers setelah membuka diskusi panel bertajuk "Profil Dokter Gigi Indonesia yang Holistik dan Membumi" yang diselenggarakan FKG Unair Surabaya dalam rangka Lustrum XVII, ia menjelaskan serentak-tidaknya pelaksanaan UN 2013 bukan substansial.
"DPR boleh saja memberi masukan, tapi hal yang subtansial adalah kerahasiaan soal UN, bukan soal serentak-tidak-nya. Kalau tidak serentak, tapi tidak bocor ya masih sah, karena itu kami tidak ingin serta merta mengabaikan hanya soal beda waktu," katanya.
Dalam rapat kerja Komisi X DPR RI dengan Mendikbud di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta (26/4), anggota Komisi X DPR RI Reni Marlinawati menyatakan UN 2013 tidak sah karena tidak bisa dilaksanakan serentak.
"UN secara nasional tidak sah secara hukum, karena dalam UU dinyatakan bahwa UN harus dilakukan serentak. Tidak boleh ada penundaan," katanya.
Dalam konferensi pers itu, Mendikbud Mohammad Nuh berjanji akan mengumumkan hasil investigasi terkait penyebab pelaksanaan UN yang tidak serentak itu pada minggu depan.
"Kami sudah menurunkan tim investigasi di wilayah pengadaan atau tender, pelaksanaan atau percetakan, hingga distribusi. Insya-Allah, minggu depan sudah bisa diketahui siapa yang lalai," katanya.
Setelah itu, pihaknya akan menjatuhkan sanksi sesuai derajat kelalaian yang terjadi. "Biaya percetakan soal UN 2013 mencapai Rp94 miliar dan ada sekitar Rp22 miliar yang bermasalah," katanya.
Oleh karena itu, mantan Rektor ITS Surabaya itu mempersilakan BPK atau KPK untuk melakukan penyelidikan. "Bukan KPK atau BPK yang masuk (menyelidiki), tapi kami undang mereka untuk masuk," katanya.