Selasa 07 May 2013 20:17 WIB

UN Tak Cerminkan Pendidikan Karakter

Petugas berjaga saat berlangsungnya Ujian Nasional di Sekolah Dasar Menteng 01, Jakarta, Senin (6/5).  (Republika/ Yasin Habibi)
Petugas berjaga saat berlangsungnya Ujian Nasional di Sekolah Dasar Menteng 01, Jakarta, Senin (6/5). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Ujian Nasional secara filosofi konseptual tidak mencerminkan nilai-nilai pendidikan karakter, kata dosen Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Slamet Sutrisno.

"Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tidak berhasil mendidik siswa dan guru mengedepankan pendidikan karakter dan keteladanan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila," katanya di Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM Yogyakarta, Selasa.

Menurut dia pada diskusi Implementasi Pelaksanaan Kurikulum 2013, evaluasi pendidikan di sekolah sebaiknya dikembalikan lagi dalam bentuk Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas) dan Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA).

"Dengan Nilai Ebtanas Murni (NEM), guru-guru dulu bisa bertindak jujur," katanya.

Ia mengatakan, sistem pendidikan nasional yang dijalankan saat ini menjadikan pendidikan di sekolah menjadi teralienasi. Fenomena itu tampak dari kegiatan antara siswa dan guru yang tidak lagi banyak berinteraksi dalam kehidupan nyata di luar jam sekolah. "Semua itu disebabkan oleh beban birokratisasi administratif yang harus dipikul oleh guru," katanya.

Menurut dia, aturan yang mengharuskan guru untuk mengejar sertifikasi menjadikan mereka berlomba-lomba mengejar materi sehingga melupakan tugasnya bahkan mengurangi waktunya dalam mendidik siswa.

"Bukan hanya di lingkungan sekolah tetapi juga di luar sekolah. Dulu, kunjungan guru ke rumah murid suatu keniscayaan, sekarang guru SD saja harus menyelesaikan administrasi dalam 35 jenis," katanya.

Guru SMA Angkasa Adisutjipto, Siti Rahayu mengatakan, soal-soal UN selama ini disamaratakan di setiap sekolah padahal kualitas sekolah satu dengan yang lain berbeda.

"Oleh karena itu UN sebaiknya tidak dijadikan penentu kelulusan tetapi hanya untuk keperluan pemetaan. Kelulusan seharusnya ditentukan oleh sekolah itu sendiri," katanya.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement