Senin 13 May 2013 22:00 WIB

Menanamkan Rasa Bersyukur

Rep: niken paramitha/ Red: Taufik Rachman
Seorang bocah membaca Alquran dalam kegiatan khataman Alquran secara massal.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Seorang bocah membaca Alquran dalam kegiatan khataman Alquran secara massal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--"Bosan Mi, rasanya aku ingin mati kebosanan disini, karena tidak ada apa-apa, sementara semua kawan-kawanku main bola atau baca buku cerita. Semua buku yang aku bawa sudah selesai aku baca, bahkan aku bacanya dua kali. Aku ingin pindah saja yaa Mi dari sekolah asrama ini.." Keluh Ryan kepada sang Ibu lewat sms.

Di asrama, Ryan dan anak-anak yang lain tidak diperbolehkan menggunakan  handphone. Handphone baru bisa digunakan jika orang tua meminta ijin kepada sekolah. Itupun handphone harus disimpan diruang administrasi sekolah, biasanya diperbolehkan asalkan handphone disimpan di ruangan administrasi yang bersebelahan dengan ruang kepala sekolah.

"Umi tahu tidak, disini anak-anak bilang, sekolah di asrama adalah sekolah yang membosankan, semua anak ingin segera pulang dan bertemu dengan orangtuanya, kenapa sih Mi?" keluh Ryan dalam sms berikutnya.

Umi menerima sms dengan pikiran yang tidak karuan antara harus menasehati atau meneguhkan hati Ryan. Tapi umi juga kasihan karena dapat membayangkan perasaan Ryan. Umi memahami tinggal di asrama sungguh tidak enak bagi anak-anak remaja seusia Ryan yang masih manja dan masih ingin dekat dengan sang ibu.

Tapi Umi melihat sekolah berasrama itu mendatangkan banyak kabaikan bagi Ryan juga. Dia sekarang lebih mandiri dan lebih pandai mengatasi masalah dalam kehidupan. Selain itu wawasannya juga menjadi lebih luas, empatinya juga tinggi terhadap orang lain, gemar menolong dan juga ibadahnya lebih rajin.

Akhirnya waktu libur bagi Ryan tiba. Umi berencana mengajak Ryan berlibur ke taman bermain Dufan, Ancol. Ryan pasti suka dan dengan gembira Umi mengajak seluruh anggota keluarga ke Dufan.

Ryan tampak begitu lelah ketika harus mengantre panjang di loket permainan.  Wajahnya nampak lesu. Sementara adik-adiknya melompat-lompat dengan gembira. Ryan nampak tak begitu menikmati, dan sekali lagi, Ryan mengeluhkan bahwa dia bosan.

Ryan bosan dengan permainan yang ada, Ryan bosan mengantre dan Ryan bosan menunggu adik bermain yang terlalu lama. Ryan juga bingung mau bicara apa pada Umi, dan nampaknya semua sudah Ryan ceritakan. Ryan merasa ingin segera pergi dari Dufan. Tapi Ryan pun tak tahu mau pergi kemana.

Akhirnya seminggu sudah masa liburan Ryan dilalui dengan rasa bosan yang berketerusan. Ryan sudah mencoba kemana-mana untuk menutup kebosanannya. Tapi tetap saja rasa bosan itu tak juga hilang. Ryan pun mengeluh lagi pada Uminya,  liburan tanpa mengerjakan apapun juga membosankan. Rasanya ingin segera kembali ke asrama.

Sebagai remaja yang masih penuh energi, wajar saja Ryan merasa bosan karena energinya tidak tersalurkan dengan maksimal.  Memang sebaiknya Ryan dibekali dengan aktivitas yang sifatnya merangsang dirinya untuk selalu semangat seperti olahraga misalnya.

Umi harusnya bisa melibatkan Ryan dalam kegiatan lomba-lomba olahraga yang Ryan sukai. Dengan aktifitas yang maksimal dan semangat berkompetisi membuat Ryan tidak mudah bosan.

Selain itu juga Ryan diajak untuk bersyukur. Bersyukur apa yang ada dalam dirinya. Nasib baik baginya, bisa sekolah di tempat yang berasrama dengan guru yang baik, orang tua lengkap, bisa mengajak ke dufan dan dalam lingkungan yang menyenangkan. Seperti firman Allah dalam Alquran,

"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS: Ibrahim: 7)

Fifi.P.Jubilea

Founder and Conceptor of JISC

www.jakartaislamicschool.com

www.mamfifi.com

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement