Kamis 16 May 2013 22:50 WIB

SD di Pondokcina Setuju UN Dihapus

Rep: Alicia Saqina/ Red: Djibril Muhammad
Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional (UN) mata pelajaran Bahasa Indonesia di SDN Balimester 01, Jatinegara, Jakarta Timur, Senin (6/5).  (Republika/Prayogi)
Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional (UN) mata pelajaran Bahasa Indonesia di SDN Balimester 01, Jatinegara, Jakarta Timur, Senin (6/5). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Sejumlah sekolah dasar (SD) di Kota Depok, tepatnya di wilayah Pondokcina, Kecamatan Beji, menyetujui jika pelaksanaan Ujian Nasional (UN) di tingkat SD dihapuskan.

Rencananya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI akan mengkaji pelaksanaan penghapusan UN di tingkat SD tersebut.

Kepala Sekolah SD Negeri Pondokcina 3, Ade Komalasari, mengatakan, menyetujui saja jika UN dihapuskan. Ia mengatakan, penghapusan tersebut terlebih dikhususkan sebagai syarat kelulusan siswa di tingkat SD.

Menurut dia, jika UN dihapuskan masih ada alternatif bentuk ujian lain sebagai penggantinya. "Setuju saja saya jika UN dihapuskan untuk kebaikan pendidikan. Solusi, masih ada UAS (Ujian Akhir Sekolah, Red.)," ujar Ade, Kamis (16/5), saat ditemui Republika, di ruangannya.

Ia menjelaskan, memang ada sisi positif dan negatif jika wacana penghapusan UN direalisasikan. Hal positifnya, jika UN dihapuskan, maka hal tersebut tidak akan membebankan mental siswa. Tetapi, jika benar dihapuskan, Ade mengkhawatirkan tidak ada hal yang mampu membuat siswa terpacu semangatnya untuk belajar.

Selain itu, ia pun mempertanyakan, bentuk ujian apa yang akan digunakan bagi siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya, jika UN dihapuskan.

Oleh sebab itu ia mengharapkan, agar jika memang UN di tingkat SD dihapuskan, maka pemerintah harus menyiapkan bentuk ujian pengganti yang solutif. Pengganti UN tersebut haruslah, yang mekanismenya meringankan para peserta didik dan penyelenggara ujian.

Ade pun menyebutkan, bahwa di beberapa kota di Jawa Barat ada satu kompetensi tertentu yang harus disyaratkan bagi setiap siswa kelas VI SD. "Ada kriteria sendiri selain UAS sebagai pernyataan kelulusan. Di Tasikmalaya contohnya, setiap siswa wajib menghafal surah-surah pendek. Minimal 18 surah," katanya.

Senada dengan Ade, Kepala Sekolah SD Negeri Pondokcina 4, Mawardih, mengatakan, setuju jika UN di tingkat SD dihapuskan. Ia setuju, asalkan bentuk penggantinya tidaklah memberatkan pihak-pihak yang terlibat dalam UN, khusus bagi para peserta didik yang benar-benar menghadapinya.

Setujunya UN dihapuskan ini, ia menjelaskan, pun sebab berkaca dari peristiwa kekisruhan penyelenggaraan UN serentak kemarin. "Setuju ada penghapusan UN. Memang UN pun dirasakan berat bagi siswa SD," ujar Mawardih.

Akan tetapi, ia melanjutkan, jika UN benar dihapus, maka harus ada satu sistem pengganti sebagai standarisasi yang tetap. Mawardih menegaskan, memang harus tetap ada mekanisme standar ketetapan yang dijadikan acuan yang dibuat pemerintah pusat untuk melanjutkan pendidikan siswa SD ke jenjang selanjutnya.

"Tetapi bentuk ujian yang ditetapkan dari Kemendikbud itu, agar bukan menjadi acuan kelulusan bagi siswa di SD," katanya.

Menurutnya, bentuk ujian yang setidaknya bisa untuk dilaksanakan kembali sebagai bentuk pernyataan siswa kelas VI SD dapat melanjutkan ke SMP, ialah EBTANAS.

"Minimal seperti EBTANAS ya mungkin. Hasilnya berupa NEM dan bisa mengantarkan siswa ke jenjang selanjutnya. Untuk ujian yang menyatakan kelulusan seorang siswa, lebih baik mungkin pihak sekolah yang menyelenggarakannya," paparnya.

UAS, menurut Mawardih, lebih efektif untuk mengukur prestasi seorang peserta didik ketimbang UN. ''Yang tau keseharian si siswa kan pihak sekolah,'' katanya. Sehingga, ungkapnya, penyelenggaraan ujian dari pusat hanya lah digunakan sebagai akses pelanjutan jenjang pendidikan saja.

Menurutnya, adanya satu bentuk standarisasi pengukur penilaian siswa oleh Kemendikbud, tetap dibutuhkan. "Tetapi itu, untuk pelanjutan ke jenjang berikutnya. Agar pihak sekolah tahu, apa target si siswa bisa melanjutkan ke SMP," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement