REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Mendikbud Mohammad Nuh meminta pengelola sekolah memanfaatkan kewenangan yang dimiliki secara optimal, sehingga bila ada siswa yang memiliki nilai ujian nasional cukup bagus tapi perilakunya nakal, maka jangan diluluskan.
"Saya mengapresiasi sebuah SMA di Jakarta yang tidak meluluskan siswanya, meski hasil UN-nya lulus, tapi siswa itu nakal. Kurikulum 2013 sendiri akan memperkuat kompetensi karakter itu," katanya di Surabaya, Sabtu.
Di hadapan ratusan guru dalam seminar dan workshop bertajuk "Persiapan Menyongsong Implementasi Kurikulum 2013" yang diselenggarakan Yayasan Al Falah, Surabaya, ia mengakui pengelola sekolah saat ini masih terpaku pada UN untuk kelulusan.
"Padahal, guru itu memiliki kewenangan untuk menentukan lulus-tidaknya seorang siswa, namun kewenangan itu belum dimanfaatkan. Satuan pendidikan itu sebenarnya sangat menentukan kelulusan, karena kelulusan siswa itu ditentukan dengan empat kriteria," katanya.
Menteri yang juga Ketua Dewan Pembina Yayasan Al Falah Surabaya itu menjelaskan empat kriteria kelulusan adalah sikap, keseluruhan jenjang (penilaian secara utuh sejak kelas I hingga lulus), ujian sekolah (US) dan ujian nasional (UN), bahkan UN hanya berkontribusi 40 persen, sedangkan pihak sekolah justru 60 persen.
"Karena itu, pihak sekolah harus memanfaatkan kewenangan yang dimiliki, jadi pihak sekolah harus berani, jangan memanfaatkan UN untuk tameng. Katakanlah nilai UN 9-10, tapi akhlaknya sangat jelek ya jangan diluluskan," katanya.
Menurut dia, UN harus dijadikan "external examination" (pengukur eksternal) untuk mengukur "kejujuran" dari penilaian sekolah, sehingga kalau penilaian sekolah dan penilaian eksternal itu berbeda jauh, maka "kejujuran" sekolah dipertanyakan.
"Kami sendiri banyak dikritik bahwa UN sebaiknya dijadikan pemetaan saja, tapi kami sebenarnya memakai UN untuk dua kepentingan, yakni kelulusan dan pemetaan, sebab kalau hanya pemetaan saja, maka siswa justru akan mengerjakan soal UN dengan seenaknya, sehingga tujuan pemetaan juga gagal," katanya.
Namun, pihaknya tidak mau berdebat dalam soal UN, karena itu pihaknya akan menggelar Konvensi Nasional Pendidikan untuk mengundang "ekstrem kiri" dan "ekstrem kanan" dalam masalah UN, sehingga "jalan tengah" dalam konvensi itu akan menjadi acuan akademik untuk UN.