REPUBLIKA.CO.ID, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tengah dikerumuni jurnalis. Ia ditanyai wartawan tentang kemacetan Jakarta yang tidak kunjung berakhir. "Adakah solusi untuk mengatasi kemacetan Jakarta?" begitu bunyi pertanyaan dari pewarta.
"Apa ada solusi kemacetan untuk ibukota? Mestinya mahasiswa mencari kampus yang dekat dengan rumah aja itu bisa mengurangi kemacetan. Contohnya di BSI. Kampusnya banyak, ada di mana-mana. Keren lagi," jawab gubernur yang sering disapa Jokowi ini.
Begitulah adegan 30 detik yang menampilkan gubernur terpopuler tahun ini: Joko Widodo. Tapi jangan salah. Adegan di atas adalah salah satu pariwara yang diciptakan Bina Sarana Informatika (BSI) untuk memperkenalkan kampusnya kepada masyarakat.
Direktur BSI Naba Aji Notoseputro mengatakan BSI membuat konsep lain dari yang lain dalam menggarap iklannya. "Filosofinya sederhana. Kalau mau menang, harus berbeda," kata Naba kepada Republika.
Iklan perguruan tinggi lain selalu mengedepankan kekakuan pendidikan dan akademik. Padahal pendidikan tidak perlu diterjemahkan seperti itu.
Buktinya BSI berhasil mendongkrak namanya dengan iklan-iklan yang tidak biasa bagi promosi sebuah lembaga pendidikan. Perguruan tinggi lain lebih memilih mengiklankan gedung kampus atau tokoh-tokoh besar yang ada di dalamnya.
Sebelum Jokowi, BSI juga menggandeng Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama menjadi bintangnya. Tentu saja bukan Obama yang asli. Iklan ini berhasil membuat BSI menjadi lebih dikenal masyarakat. Begitu pula dengan iklan BSI yang menampilkan Jokowi palsu. Keduanya dipilih juga karena mereka berbeda dari biasanya.
"Obama seorang kulit hitam bisa menjadi presiden. Jokowi juga karena dia lain dari yang lain," ujar Naba.
Sederhana namun tepat sasaran.Naba menambahkan BSI tidak begitu melihat efek besar yang dibuat iklan tersebut terhadap pertumbuhan mahasiswanya. Masyarakat sudah pintar memilih lembaga pendidikan yang terbaik untuk mereka.
"Mau iklannya sebagus apapun, kalau masuk kemudian menganggur rasanya percuma," kata Naba.