Senin 17 Jun 2013 21:48 WIB

200 Guru Honorer Tuntut Nur Mahmudi Soal Status PNS

Rep: Alicia Saqina/ Red: Djibril Muhammad
Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail
Foto: Republika/Fachrul Ratzi
Walikota Depok Nur Mahmudi Ismail

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Sebanyak 200 tenaga pengajar honorer, yang tergabung dalam Front Pembela Honorer Kota Depok (FPHD), menuntut Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail untuk segera melalukan pengangkatan status profesi mereka menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Ratusan guru honorer itu menuntut pengangkatan, sebab sudah selama puluhan tahun mengabdi, tak pernah ada kejelasan akan status mereka yang berperan sebagai lentera ilmu ini.

Ketua FPHD Agung Asmarahadi mengatakan, bahkan tenaga honorer Depok yang tak jelas nasibnya itu, ada yang masa pengabdian mengajarnya sudah 25 tahun. FPHD mempertanyakan, entah apa saja yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Depok, terutama pimpinan tertingginya Wali Kota, hingga ratusan guru yang selama ini telah mencerdaskan kota, seolah tak dianggap.

"Tujuan kita di sini untuk menolak kategoritas pengangkatan guru yang selama ini sudah dilakukan Pemkot," ujar Agung kepada Republika, Senin (17/6), saat melakukan gelaran aksi di depan Balai Kota Depok, Jawa Barat (Jabar).

Agung menjelaskan, selama ini telah berlangsung tindak Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang dilakukan Pemkot Depok, dalam pengangkatan guru-guru menjadi PNS. Pengabdian mengajar yang dinilai berdasarkan masa kerja dan usia kritis sang tenaga honorer, tak lagi dilihat pihak yang berkewenangan.

Bahkan, para pengajar yang tergabung dalam FPHD ini menyatakan, ada perlakuan timpang yang dilakukan Pemkot. Para anggota FPHD menilai, Pemkot telah memanipulasi database seluruh honorer Depok, dengan mengangkat guru menjadi PNS tanpa mempertimbangkan dua penilaian di atas.

"Oleh karena itu kami menuntut Wali Kota dan wakilnya, untuk menuntaskan permasalahan guru dan tenaga honorer di Kota Depok. Yaitu, berdasarkan masa kerja dan usia kritis, tanpa tes," kata Agung menegaskan.

Selain itu, FPHD pun menuntut agar Pemkot Depok menetapkan standarisasi gaji guru dan tenaga honorer, sesuai standard hidup yang layak. FPHD pun menolak pembukaan CPNS jalur umum sebelum honorer Kota Depok diangkat menjadi CPNS, sesuai urutan masa kerja dan usia kritis.

"Yang paling ditekankan ialah Blacklist atau batalkan CPNS atau tenaga honorer yang terbukti memanipulasi data," kata Agung menjelaskan.

Ia pun menegaskan, agar Pemkot mengusut tuntas oknum pegawai dan atau pejabat yang terlibat berdasarkan laporan masyarakat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement