REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG--Kalangan sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kota Semarang menerapkan tes khusus pada pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik (PPD) 2013, berupa tes fisik, akademik, dan kesehatan.
"Untuk SMK memang ada tes khusus, berbeda dengan sekolah menengah atas (SMA) yang hanya mendasarkan nilai ujian nasional (UN)," kata Kepala SMK Negeri 7 Semarang M. Sudarmanto di Semarang, Selasa.
Nilai UN tetap digunakan sebagai salah satu bobot masuk, kata dia, dengan diberikan porsi sebesar 65 persen, sementara bobot 35 persen sisanya diambilkan dari hasil tes khusus, yakni akademik dan kesehatan.
Ia menjelaskan tes kesehatan digunakan untuk melihat aspek kesehatan siswa, seperti pemeriksaan buta warna, mata minus, termasuk pemeriksaan apakah siswa memiliki tato atau ditindik untuk laki-laki.
"Meskipun nilai UN-nya tinggi, misalnya, tetapi ternyata hasil tes kesehatannya dinyatakan tidak direkomendasi juga peluangnya kecil diterima. Kalau seperti itu, disarankan mencabut berkas pendaftaran," katanya.
Tes akademik digelar pada 1 Juli 2013, kata dia, dimaksudkan untuk melihat kemampuan pada program keahlian yang diinginkan, sementara tes fisik dilakukan dengan lari berkeliling lapangan sekolah.
Sudarmanto mengakui lulusan SMK memang banyak dipakai kalangan industri sehingga mereka menerapkan berbagai persyaratan ketat semacam itu, misalnya siswa tidak boleh bertato, dan siswa laki-laki tak bertindik.
SMK Negeri 7 Semarang menyediakan kuota sebanyak 612 siswa pada tahun ajaran 2013/2014 yang terbagi atas sembilan program keahlian, antara lain teknik kendaraan ringan (TKR) dan teknik komputer jaringan (TKJ).
Sementara itu, salah satu pendaftar Sigit Lukmana (16) asal Kabupaten Grobogan ditemui usai tes fisik berupa lari keliling lapangan mengaku memang ingin masuk ke SMK agar setelah lulus bisa langsung bekerja.
Lulusan SMP Jeketro, Gubug, Grogogan itu memiliki nilai UN sebesar 31,20, tetapi dirinya pernah memenangi kejuaraan voli tingkat kabupaten yang dibuktikan dengan piagam sehingga bisa menambah nilainya sebesar 1,25.
"Tadi dites lari keliling lapangan, kalau tidak salah 2x240 meter, kemudian diperiksa juga apakah ada tatonya atau ditindik. Alhamdulilah, saya lolos tes fisik dan kesehatan, tinggal tes akademik," katanya.
Hampir senada, Andhika Fariyanto (14) lulusan SMP Negeri 30 Semarang juga mengaku ingin masuk SMK agar bisa secepatnya bekerja setelah lulus, berbeda dengan jenjang SMA yang orientasinya melanjutkan ke perguruan tinggi.
"Nilai UN saya sebesar 30,10, tetapi masih ditambah lagi 1,5 karena orang tua saya guru. Saya ambil pilihan pertama pada jurusan audio-video, sementara pilihan kedua TKJ," kata warga daerah Madukoro Semarang itu.