REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia melansir laporan dan evaluasi pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2013/2014. Dari rekapitulasi jumlah laporan pengaduan PPDB 2013 selama pembukaan Posko Pengaduan PPDB Ombudsman periode Mei-Juli 2013, 47,8 persen didominasi laporan permintaan uang, barang, dan jasa atau pungli.
"Pungli ada di pengaduan setiap jenjang satuan pendidikan yang kami terima dan persentasenya paling besar," kata anggota Bidang Penyelesaian Laporan Pengaduan Ombudsman Budi Santoso pada konferensi pers "Laporan dan Evaluasi Pelaksanaan Penerimaan PPDB 2013" Kamis (25/7) di kantor Ombudsman.
Besaran pungli, Budi mengatakan, cukup bervariasi antara kurang dari Rp 100 ribu hingga di atas Rp 2 juta dengan rincian 27,6 persen pungli sebesar Rp 100ribu - Rp 500 ribu; 24,4 persen pungli lebih dari Rp 2 juta; 19,9 persen pungli Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta; 13,5 persen pungli kurang dari Rp 100 ribu; 8,3 persen pungli Rp 1,5 juta – Rp 2 juta; dan 6,4 persen pungli Rp 1 juta-1, 5 juta.
Budi menuturkan terjadi fenomena baru yang pada tahun-tahun sebelumnya tidak muncul dalam laporan pengaduan yang diterima Ombudsman yaitu Komite Sekolah menjadi pihak terlapor di beberapa provinsi. “Komite Sekolah berperan menjadi jembatan adanya pungli. Mereka jadi agen yang mewakili kepentingan sekolah dalam pungutan pungli,” tutur Budi.
Budi mengungkapkan Komite Sekolah dan panitia PPDB menempati 80,9 persen kelompok terlapor yang diterima Ombudsman selain 15,2 persen dinas pendidikan terkait dan 2,7 persen kepala sekolah. "ni jadi tanda tanya besar bagi kami. Mengapa komite sekolah justru menjadi makelar pungli?,” ujar Budi.
Budi menuturkan, berdasarkan PP No 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang mengatur tentang Komite Sekolah, Komite Sekolah tidak diperbolehkan untuk melakukan pungutan liar.
“Praktiknya Komite Sekolah ada yang tawar menawar dengan orangtua. Ini sangat ironis jika dikaitkan dengan peran semestinya yang dilakukan oleh pihak Komite Sekolah,” ujarnya.
Budi menengarai itu disebabkan Komite Sekolah diisi oleh pihak-pihak sekolah yang berkepentingan. “Saya menduga proposi anggota Komite Sekolah yang melakukan pungli ini bermasalah dan tidak sesuai pasal 197 ayat 1 PP No 17 Tahun 2010 dimana Komite Sekolah diisi oleh pihak-pihak sekolah yang berkepentingan,” kata dia.
Budi menuturkan pungli yang menfaatkan Komite Sekolah banyak terjadi di Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan Barat.