Senin 26 Aug 2013 16:00 WIB

Arief Rachman: Kurangi Tawuran, Perbanyak Sarana Aktualisasi Diri untuk Pelajar

Rep: Fenny Melisa/ Red: Djibril Muhammad
Prof Arief Rachman
Prof Arief Rachman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Maraknya tawuran antar pelajar akhir-akhir ini menarik perhatian semua pihak termasuk tokoh pendidikan nasional Arief Rachman.

Menurut dia tawuran antar pelajar terjadi karena kurangnya sarana aktualisasi diri bagi para pelajar. "Memang pelajar usia 12-18 tahun mereka biasanya mencari kegiatan untuk aktualisasi diri. Jika sarana aktualisasi diri kurang, akhirnya mereka mengalihkannya ke tawuran," tutur Arief.

Hal itu disampaikan dia saat ditemui di sela-sela pembukaan workshop 'Introducing Multiple Perspektive Approaches to Biodiversity' UNESCO di Hotel Park Jakarta  Senin (26/8).

Ketua Komisi Nasional (Komnas) UNESCO Jakarta tersebut mengatakan sarana aktualisasi bagi pelajar sangat diperlukan terutama sarana aktualisasi untuk pengembangan potensi sosial dan emosional.

Di samping itu, ia melanjutkan, kurangnya perhatian dari keluarga menyebabkan seorang pelajar menarik perhatian dengan ikut-ikutan tawuran. "Mereka yang tawuran itu karena  kurang mendapat perhatian di rumah," ujar guru besar UNJ ini.

Arief mengatakan penyebab tawuran bukan karena ada yang salah dengan konsep pendidikan di Indonesia. Hanya saja menurutnya pada tataran implementasi pendidikan,  pembinaan moral dan pengarahan potensi social para pelajar tidak terlalu diperhatikan.

"Pendidikan kita terlalu pada akal, padahal moral,  potensi social, dan olahraga siswa juga harus dikembangkan," tuturnya.

Lebih lanjut ia menyatakan permasalahan tawuran tidak bisa ditolerir karena akibatnya dapat merugikan orang banyak.

Ia menyarankan agar pihak sekolah mengeluarkan  siswa yang ketahuan terlibat tawuran. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan pembelajaran bagi siswa tersebut agar tidak lagi terlibat dalam tawuran.

"Tindakan selanjutnya untuk mengurangi tawuran adalah tindakan represif atau pemberian hukuman.  Beri tekanan pada mereka  bahwa yang ketahuan ikut tawuran akan dikeluarkan. Dengan begitu, mereka akan menjadi takut dan berpikir dua kali untuk tawuran," katanya.

Arief juga menuturkan semua pihak tentunya tidak menginginkan adanya  tawuran antar pelajar.  Untuk mewujudkan hal itu, lanjutnya, perlu ada kerja sama yang baik dari semua pihak baik sekolah, tokoh agama, dan keluarga.

"Masalah tawuran ini bukan hanya urusan pemerintah. Semua pihak perlu terlibat untuk menguranginya," tutur Arief.

Ia mencontohkan dari pihak sekolah harus bisa menanamkan nilai pada peserta didiknya agar dapat hidup bersama dengan orang  yang berbeda pendapat. Kemudian, perlu ada  edukasi kepada para pelajar bahwa tawuran merupakan tindakan yang negatif.

"Selain itu, sediakan kegiatan yang dapat menyalurkan energi berlebih mereka misalnya menyelenggarakan outbond, kegiatan berkemah, atau aktivitas lainnya yang dapat menjadi sarana aktualisasi mereka," katanya menjelaskan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement