REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Muhammad Nuh akan menurunkan tim investigasi untuk melacak pemalsuan ijazah sebagai syarat sertifikasi guru. Sanksi tegas berupa pemecatan serta proses pidana sudah disiapkan bagi pihak yang melakukan upaya manipulasi tersebut.
Nuh mengatakan, investigasi akan dilakukan pada dua titik, yakni sumber ijazah palsu dan para penggunannya. Mereka yang diduga memanfaatkan ijazah palsu jelas harus diberhentikan. Menurutnya, dinas pendidikan kabupaten/kota harus mengambil sikap.
"Tidak peduli kalau pengguna itu PNS, statusnya sebagai guru dan jabatannya harus dicabut," kata Nuh usai menghadiri penghelatan Chairul Tandjung sebagai Doctor Honoris Causa di Universitas Airlangga, kemarin.
Alasannya, syarat menjadi PNS harus menyertakan ijazah S1. Bila dokumen yang dilampirkan itu palsu, maka pengangkatannya dianggap tidak sah. Secara langsung, kata Nuh, pegawai tersebut merupakan guru palsu.
Sedangkan, dia menambahkan, sumber penyedia izajah juga perlu dicegah. Ada dua kemungkinan oknum yang melakukan hal tersebut seperti Perguruan Tinggi dan agen jasa sertifikat. Yang jelas, kata Nuh, pengusutan dan klarifikasi ini harus tuntas.
"Dan memang itu harus terbukti, jadi tidak ada unsur menduga-duga," ujarnya.
Sanksi bagi para pelaku sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional. Huumuman bagi pemalsu ijazah adalah pidana penjara paling lama 10 tahun dan atau denda Rp 1 miliyar.
Sebelumnya panitia PLPG Rayon 141 Universitas Negeri Surabaya (Unesa) mendapati temuan berupa 804 berkas pengajuan sertifikasi guru bermasalah. Diantaranya merupakan 13 ijazah palsu yang mengatasnamakan dua perguruan tinggi swasta di Surabaya.