Selasa 03 Sep 2013 20:48 WIB

Kemdikbud: Buku Bahasa Indonesia Kelas VII Tak Perlu Ditarik

 Buku pelajaran Bahasa Indonesia (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Buku pelajaran Bahasa Indonesia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Prof Mahsun menegaskan buku Bahasa Indonesia Kurikulum 2013 untuk kelas VII tidak perlu ditarik dari sekolah karena sudah disetujui tim penilai.

"Tidak perlu ditarik, guru bisa menggantikan dengan cerpen sejenis yang menyampaikan pesan moral yang sama atau guru bisa meminta siswa untuk menghilangkan lampiran yang berisi 5 halaman dengan cara merobeknya sebab kalau membaca lebih cermat cerpen tersebut hanya sebagai lampiran dan tidak ada hubungan dengan uraian di dalamnya," kata Mahsun kepada pers di ruang kerjanya, Selasa.

Sebelumnya sejumlah pihak menyarankan buku itu ditarik dari sekolah karena di dalamnya ditemukan kata-kata makian.Mahsun mengatakan tidak perlu dipersoalkan ditarik atau direvisi karena sejak awal Kemdikbud sudah menyiapkan program monitoring dan evaluasi jauh hari. "Jadi tidak perlu bicara revisi atau tarik".

Bahkan, ujarnya dalam kata pengantar buku dijelaskan bahwa materi buku itu merupakan benda hidup yang selalu akan mengalami perubahan sehingga diharapkan masyrakat bisa melihat persoalan tersebut secara jernih.

Selain itu, ujar Mahsun cerita pendek itu tidak hanya menggambarkan tentang keberagaman karakter individual anggota masyarakat, tetapi juga keberagaman struktur sosial.

Keberagaman pola interaksi sosial dalam masyarakat yang digambarkan dalam cerpen itu memberikan pemahaman pada siswa tentang adanya peran dan kedudukan para pihak yang terlibat dalamnya sekaligus keberagaman karakter masyarakat Indonesia.

Mahsun mengingatkan pemberian materi tanpa adanya oposisi terutama satuan bahasa yang memiliki gradasi semantik nilai-nilai seperti santun, baik, buruk, benci dan sebagainya dikhwatirkan malah akan menjebak pada pemahaman bahwa di masyarakat hanya berlaku satu nilai.

Ia mencontohkan untuk kata yang bermakna santun terbukti telah membawa masyarakat terjebak pada upaya penghalusan kata atau ungkapan untuk julukan pada perampok uang rakyat menjadi koruptor, maling kayu menjadi ilegal logging, pelacur menjadi pekerja seks komersial yang terkesan sebagai profesi sederajat dengan pekerja kantoran.

Karena itu, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kepada siswa harus dimulai untuk mengubah pola pikir dari sekadar hapalan menjadi kemampuan yang bertumpu pada pembelajaran teks melalui pendekatan saintifik berbasis proyek dan peran tersebut berada pada guru, tambahnya.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement