Kamis 26 Sep 2013 16:54 WIB

JK: UN Masih Penting untuk Cerdaskan Bangsa

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Citra Listya Rini
Jusuf Kalla
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Presiden yang juga peduli terhadap pendidikan, Jusuf Kalla menjadi pembicara kunci pada acara pembukaan konvensi ujian nasional (UN) di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kamis (26/9). 

Pria yang akrab disapa JK ini menilai UN masih penting untuk mencerdaskan bangsa Indonesia. ''UN masih penting supaya bangsa ini dicerdaskan. Ada enggak cerdas tanpa belajar?'' kata JK kepada wartawan.

JK mengatakan memang tak semua orang sependapat tentang UN ini. Namun, pemerintah harus membuat kebijakan agar tetap jalan. Jadi, adanya UN di tingkat SD, SMP dan SMA, agar  ada pemerataan pendidikan nasional. Semua,  harus ada standarnya. 

''Yang itu (kontra) sudah ratusan kali ngomongnya itu terus, enggak pernah beda-beda. Kami, terima kasih atas segala macam kritikan, tapi bangsa ini harus belajar,'' ujar JK.

Menurutnya, kalau banyak kekurangan itu teknis saja. Misalnya, keterlambatan pengadaan soal dan ada yang mencontek. UN, kata JK, sebenarnya bukan hal yang baru. 

Pada era 1950-an, sudah ada yang dikenal dengan ujian negara. Kemudian, istilahnya berubah menjadi Ebtanas dan kembali menjadi ujian negara. Pada dasarnya, pendidikan perlu ada penilaian untuk mengetahui pendidikan di Indonesia sudah ada di tahap mana.

''Di negara mana pun juga, UN perlu. Bukan hal yang baru,'' lugas JK 

Setiap bangsa, lanjutnya, perlu ada perubahan. UN, merupakan tahap perubahan dari Ebtanas. Perubahan ini perlu dilakukan, karena pada waktu dirinya menjabat Menkokesra, 2002-2003, Ia melihat pelajar sangat santai. Apalagi, di kota besar banyak pelajar malam-malam masih santai di mal. 

''Tapi, lebih fatal lagi, lulusan SMP dan SMA menjadi TKI karena kemampuannya tak ada,'' kata JK.

Oleh karena itu, kata dia, Ia membuat aturan yang tidak memperbodoh bangsa ini. Memang benar, fasilitas pendidikan di Indonesia berbeda. Namun,  otak orang Jawa, Sumatra dan daerah lain di Indonesia sama. Jadi, caranya dengan membuat standardisasi. 

''Sekolah, bukan untuk hobi. Sekolah untuk masa depan. Kalau sekolah untuk senang-senang, itu namanya sekolah untuk hobbi,'' ujar JK.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement