REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim mengatakan, Kurikulum 2013 lebih menekankan praktik daripada hafalan. Sebab selama ini, anak-anak banyak terbebani hafalan, yang malah kurang meningkatkan kreativitas.
Dengan Kurikulum 2013, ujar Musliar, pemerintah ingin menghasilkan bangsa Indonesia yang produktif, kreatif, dan afektif. Dalam kurikulum tersebut anak dibentuk agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Pembuatan Kurikulum 2013, terang Musliar, berawal dari banyaknya orang yang mengeluh kalau anak-anak saat ini tidak memiliki keterampilan. Pendidikan di Indonesia baru mengantarkan mereka pada pencapaian tahap pengetahuan.
"Maka ini yang harus diubah melalui Kurikulum 2013 yang tidak hanya mengantarkan anak memiliki pengetahuan saja. Namun anak juga dibekali dengan ketrampilan dan sikap yang baik," ujar Musliar di dalam acara Dialog Nasional ICMI di Jakarta, Rabu, (11/12).
Sebagai contoh akibat kurikulum sebelumnya yang banyak hafalan, kata Musliar, di antaranya anak-anak mungkin banyak yang nilai ujiannya sembilan untuk bahasa Inggris. Namun saat mereka disuruh bicara dengan bahasa Inggris mereka tidak bisa.
Selain itu, ujar Musliar, dalam pelajaran tata boga, anak-anak hanya disuruh menghafal bahan-bahan kue dan cara membuat kue. "Mereka memang bisa mengerjakan ujian cara membuat kue namun kalau disuruh praktik membuat kue secara langsung belum tentu bisa," ujarnya.
Makanya, terang Musliar, dalam Kurikulum 2013 ini, anak-anak akan lebih banyak diminta menjalankan aktivitas dari pada hanya menghafal.
Sehingga mereka bisa memiliki ketrampilan yang sesungguhnya seperti bisa berbicara bahasa Inggris maupun membuat kue sungguhan.
Sejumlah sekolah di Jakarta, kata Musliar, sudah ada yang menerapkan Kurikulum 2013. Terdapat sekolah yang ruang tata boganya jauh lebih mewah dari pada di hotel, anak-anak diajarkan membuat kue secara nyata sampai mereka bisa membuat kue.
"Hal itu rupanya membuat anak-anak lebih senang sebab mereka melakukan kerja sungguhan. Kalaupun ujian, tanpa menghafal mereka pasti bisa menjawab bahan kuenya apa saja karena sudah melakoni," ujar Musliar.
Dalam pelajaran PPKN di SD, terang Musliar, pada Kurikulum 2013, anak-anak lebih banyak diajak untuk berinteraksi dan berdialog. Misalnya anak-anak disuruh maju di kelas, lalu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama dan sukunya.
"Ini untuk mengajarkan kepada anak-anak supaya mereka mengerti bahwa bangsa Indonesia itu terdiri dari berbagai suku dan agama. Sehingga sejak kecil mereka sudah mempraktekkan menghomati keanekaragaman suku dan budaya untuk menjaga persatuan bangsa," kata Musliar.
Pelajaran PPKN, ujar Musliar, menekankan keterampilan berbicara di depan umum. Selain itu juga mengajak anak bersikap baik, yakni menghormati perbedaan.
Memang, terang Musliar, untuk menyiapkan kurikulum ini masih terseok-seok. Bahkan saat kurikulum ini disusun banyak serangan dari media cetak maupun televisi.
Namun, ujar Musliar, saat kurikum ini mulai dijalankan sudah banyak guru yang memberikan testimoni. Anak-anak banyak yang belajar dengan gembira melalui Kurikulum 2013.
"Mereka datang lebih awal ke sekolah karena suka. Pendidikan jadi hal yang menyenangkan karena banyak aktivitas dari pada hanya hafalan," kata Musliar.
Bahkan, ujar Musliar, saat ia berkunjung ke sekolah di Sentani, Papua sudah terjadi perubahan besar sejak diterapkannya Kurikulum 2013. Anak-anak banyak yang berani maju ke depan kelas untuk memperkenalkan diri padahal dulu mereka tidak berani.
Dalam kurikulum ini, lanjut Musliar, siswa yang menjadi aktor bukan hanya pendengar saja. Sehingga keingintahuan mereka bisa terbangun.
Pada 2014 mendatang, terang Musliar, akan dilatih 1,3 juta guru untuk menerapkan Kurikulum 2013. Jika lembaga pengetahuan seperti ICMI tertarik, maka ICMI bisa mengirimkan guru-gurunya untuk ikut pelatihan Kurikulum 2013.
"Nanti guru-guru yang lolos dalam pelatihan bisa menjadi pelatih bagi guru lainnya. Diharapkan dengan pelatihan ini guru semakin mampu menerapkan kurikulum ini," kata Musliar.