REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Anggaran II Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Dwi Pudjiastuti Handayani mengatakan kekurangan bayar dana tunjangan sertifikasi guru sebesar kurang lebih Rp 8 triliun telah dibahas lintas kementerian/lembaga (K/L). Kekurangan bayar tersebut hanya dapat dituntaskan apabila audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Tujuannya untuk memastikan apakah benar kurangnya segitu (Rp 8 triliun)," ujar Dwi kepada Republika saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (8/1) sore.
Dwi menjelaskan, sebenarnya pernah disepakati kekurangan bayar tunjangan sertifikasi guru dapat dipenuhi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal tersebut disebabkan tunjangan profesi guru sudah dialokasikan melalui transfer ke daerah mengingat status guru sebagai pegawai daerah.
"Dikbud pada 2013 sebenarnya mempunyai alokasi yang bisa membayar kekurangan ini. Hanya saja karena menunggu audit, ini belum bisa dilakukan," kata Dwi.
Saat ditanya apakah benar tunjangan sertifikasi guru telah disalurkan ke pemerintah daerah akan tetapi tidak tersalurkan, Dwi mencoba menjelaskan duduk perkaranya. Menurut Dwi, dana tunjangan yang disalurkan lewat transfer daerah, dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Bisa saja ketika tunjangan profesi guru diberikan setahun berikutnya, jumlahnya tidak sesuai. Ini tak lepas dari ketidaksesuaian jumlah guru yang lulus sertifikasi dengan anggaran yang disediakan. Karena antara yang mengeluarkan sertifikat dan membayarkan, berbeda.
"Ini kan harusnya ada komunikasi. Sebab sebenarnya, tunjangan profesi lewat transfer daerah juga ada yang dihitung Kemendikbud," kata Dwi.
Inspektorat Jenderal Kemendikbud mengungkapkan utang pemerintah untuk tunjangan sertifikasi guru mencapai Rp 8 triliun. Utang tersebut dari tahun 2010 sampai 2013. Inspektur Jenderal Kemendikbud Haryono Umar mengusulkan agar dana tunjangan disalurkan melalui pemerintah provinsi.