REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Heri Ruslan
Berawal dari lima satuan sekolah dasar yang berdiri pada 1993 di wilayah Jabodetabek, sekolah Islam terpadu (SIT) telah berkembang pesat di seluruh Indonesia.
Kelima sekolah yang menjadi cikal bakal model penyelengaraan SIT itu, yakni SDIT Nurul Fikri Depok, SDIT Al Hikmah Jakarta Selatan, SDIT Iqro Bekasi, SDIT Ummul Quro Bogor, dan SDIT Al Khayrot Jakarta Timur. Sejak saat itu, SIT terus bermunculan dan berkembang.
Hingga 2013, jumlah sekolah yang berada dalam Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia mencapai 1.926 unit sekolah. Yakni, terdiri atas 879 unit TK, 723 unit SD, 256 unit SMP, dan 68 unit SMA.
Ketua JSIT Indonesia Sukro Muhab mengungkapkan, inspirasi membangun sekolah Islam bermutu didorong keinginan mendirikan sekolah yang bebas dari sekularisme.
Yakni, sekolah yang mengintegrasikan pendidikan umum dan agama dalam suatu jalinan kurikulum, pembelajaran, dan lingkungan terpadu. “Selain itu, ada semangat mendirikan sekolah bermutu layaknya sekolah-sekolah berstandar dunia,” ujarnya, Rabu (29/1).
Tingginya minat masyarakat menyekolahkan putra-putrinya di SIT, menurut Sukro, tak lepas dari tiga kunci utama keberhasilan proses pendidikan di SIT. Pertama, niat dan dedikasi pendidik di SIT berpijak pada motif menggapai ridha Allah SWT semata.
Kedua, kepercayaan dan harapan yang tinggi dari orang tua kepada SIT. Ketiga, dukungan masyarakat, pemerintah, dan pihak lain bagi kebangkitan sekolah Islam bermutu.
Kini, perkembangan sekolah Islam menjadi tren yang fenomenal di kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Hal itu ditandai dengan munculnya semangat menolak fenomena sekularisme dalam filosofi pendidikan.
Seorang peneliti dari Lee Kuan Yew School of Public Policy, Singapura, mengungkapkan, SIT menolak dikotomi antara pendidikan agama dan sekuler. Peneliti itu menambahkan, SIT berkembang di kota-kota besar dan diminati kalangan menengah ke atas.
Para penyelenggara SIT kebanyakan dari kalangan Muslim terdidik yang memiliki tingkat kesadaran Islam yang tinggi. Keberadaan SIT, baik penyebaran maupun pertumbuhannya di Indonesia, sangat dipengaruhi keberadaan JSIT Indonesia.
JSIT Indonesia merupakan organisasi yang dibentuk para pendiri SIT. Setelah mengalami pertumbuhan cukup signifikan, mereka menggagas payung organisasi yang berfungsi sebagai wadah pembinaan dan pemberdayaan SIT.
Menurut Sukro, JSIT Indonesia menjadi wadah berhimpunnya sekolah Islam yang memiliki filosofi, konsepsi, dan aplikasi sama dalam penyelenggaraan sekolah. Mayoritas menggunakan brand SIT mulai dari pendidikan tingkat usia dini, sekolah dasar, sampai sekolah menengah.
JSIT Indonesia yang berdiri pada 31 Juli 2003 dinakhodai Dr Fahmy Alaydroes, yang juga ketua yayasan pendidikan Nurul Fikri. Kini, JSIT memasuki usia satu dekade. Banyak pemberdayaan yang dilakukan terhadap sekolah Islam yang berafiliasi dalam jaringannya.
Selain menggelar sederet pelatihan, JSIT Indonesia bekerja sama dengan lembaga pendidikan internasional. Antara lain, International Center for Educational Excellence Malaysia, Association For Academic Quality Pakistan, Sekolah Islam Al Irsyad dan Aljuneid Singapura, Smart Bestari Thailand, dan Khoirat Foundation Turki.
Segudang prestasi diraih peserta didik dan SIT dalam ajang nasional dan intenasional. Baik dalam kompetisi olimpiade sains maupun kegiatan olahraga dan seni. Tak kalah pentingnya rata-rata lulusan SDIT mampu menghafal satu juz Alquran, sedangkan SMPIT dan SMAIT lebih dari dua juz.
Pada 31 Januari hingga 2 Februari 2014, JSIT Indonesia akan menggelar Puncak Milad ke-10 di Hotel Grand Cempaka, Jakarta Pusat. Tema utama yang diusung adalah Dedikasi JSIT Indonesia untuk Pendidikan Bangsa yang Bermutu dan Religius.
Sebanyak 860 pimpinan SIT dari seluruh Indonesia ikut serta dalam acara yang dibuka Wakil Menteri Pendidikan Musliar Kasim.
Tokoh nasional dan pendidikan juga bakal hadir, seperti Hidayat Nurwahid, Azrul Azwar, Hafidz Abas, Nurmahmudi Ismail. Selain itu, akan datang pula seniman dan budayawan, Opick serta Taufiq Ismail.