REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ani Nursalikah
Guru ditekankan tak hanya mengajar, tetapi menjadi teladan.
JAKARTA-- Peningkatan kualitas atau mutu saat ini menjadi fokus sekolah Islam terpadu (SIT). Dengan mutu yang bagus, diyakini sekolah ini mampu bersaing dengan sekolah lainnya. Karena itu, ada standar mutu yang dirancang untuk mencapai tujuan tersebut.
Ketua Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Sukro Muhab mengatakan, standar mutu yang dibuat sendiri menjadi tambahan standar yang sudah ditetapkan pemerintah. Ini standar kekhasan SIT, katanya pada penutupan puncak milad ke-10 JSIT di Jakarta, Ahad (2/2).
Melalui standar kekhasan, SIT mempunyai keunggulan yang melebihi sekolah lainnya. Ia mencontohkan, pada standar isi SIT mencoba mengintegrasikan nilai-nilai Islam. Selain itu, dalam standar kelulusan juga ada penilaian terhadap akidah siswa.
Siswa tak hanya harus menguasai mata pelajaran. Mereka dituntut pula mempunyai wawasan keislaman yang kuat, termasuk menguasai Alquran. Sukro menuturkan, SIT dikenal menghasilkan siswa penghafal Alquran.
Siswa lulusan sekolah dasar, hafal dua juz Alquran. Siswa sekolah menengah pertama tiga juz dan siswa sekolah menengah atas dapat menghafal empat hingga lima juz Alquran. Tak sebatas itu, para siswa SIT memperoleh bekal kemampuan berbahasa.
Mereka menguasai tiga bahasa, yaitu Indonesia, Inggris, dan Arab. Menurut Sukro, JSIT sedang melakukan revolusi pembelajaran bahasa Arab dan Alquran. Pemicunya adalah ada sebagian siswa yang masih lamban menguasai Alquran, terutama hafalan.
Setelah ditelusuri, kelambanan ini disebabkan kemampuan bahasa Arab yang kurang. Model pembelajaran bahasa Arabnya bisa saja dengan bantuan teknologi informasi. Cara lainnya, mengutamakan berbicara daripada menulis bahasa Arab.
Kekhasan lain yang harus dimiliki SIT adalah filosofi pendidikan Islam. Ini tercermin di lingkungan sekolah yang menunjang praktik keislaman. Ada integrasi nilai Islam dan materi umum. Para guru mempunyai kepribadian Islam agar menjadi teladan siswanya.
Sekretaris Jenderal JSIT Fahmi Zulkarnain mengatakan, peningkatan mutu memang menjadi fokus pada milad ke-10 ini. Tujuannya, kelak terjadi pembinaan sistematis di seluruh anggota JSIT. Misalnya, program pelatihan bagi tenaga pengajar.
Kegiatan lainnya, seminar dan studi banding. Bahkan, menurut dia, acara milad pun termasuk bagian dari upaya peningkatan mutu sekolah. Sebab, semua kepala sekolah diundang dan dapat saling berbagi pengalaman.
Selain itu, pengurus sekolah, yayasan, serta komite sekolah hadir dalam milad. Mereka dapat belajar satu sama lain untuk membuat sistem sekolah yang efektif. Menurut Fahmi, JSIT rutin mengadakan rapat kerja untuk memperoleh beragam masukan dari sekolah Islam.
Setiap tahun juga dilakukan try out menjelang ujian nasional (UN). Karena itu, jika ada masalah dalam pelajaran tertentu, bisa terdeteksi secara dini. Di sisi lain, Fahmi mengaku, masih ada sejumlah kendala memajukan SIT.
Namun, ia memandang kendala itu sebagai tantangan. Salah satu tantangan yang menonjol adalah peningkatan kualitas guru. Beberapa guru lulusan universitas ada yang belum pernah menerima materi tentang pengajaran.
Guru-guru ini akan menerima pelatihan terlebih dulu sebelum mengajar. Secara umum, standar penerimaan guru sama dengan pemerintah. Tapi, SIT menambahnya dengan standar perilaku. Contohnya, guru tidak boleh merokok dan harus berakhlak baik.
Masing-masing sekolah Islam, sudah punya kriteria sendiri untuk menyaring guru. Harapannya, guru tak sekadar mengajar, tetapi juga mendidik para siswa, kata Fahmi.