REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG--Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah Pardi mengatakan paradigma pembelajaran Bahasa Indonesia perlu diubah seiring dengan penerapan kurikulum baru atau kurikulum 2013.
"Paradigma pembelajaran Bahasa Indonesia di kurikulum 2013 memang berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Karena itu, guru pun harus mengubah paradigma pembelajaran yang selama ini dianut," katanya di Semarang, Senin.
Hal tersebut diungkapkannya di sela pelatihan "Peningkatan Mutu Tenaga Pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia" Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI Semarang yang diprakarsai Balai Bahasa Jateng.
Menurut dia, kurikulum baru menganut paradigma pembelajaran Bahasa Indonesia yang lebih aktif dan mengajak peserta didik lebih memahami dan mampu berkreasi lebih luas berbasis teks, berbeda dengan sebelumnya.
"Siswa tidak hanya diajak mengamati, melihat, dan membaca teks, tetapi lebih jauh dari itu harus bisa melaporkan dan menciptakan teks (karya, red) dengan mengedepankan pengalaman empiris," katanya.
Dengan penerapan kurikulum sebelumnya yang masih menganut model pembelajaran lama, ia mengakui tentu para guru belum menguasai model pembelajaran baru sebagai paradigma yang dianut kurikulum 2013.
"Pelatihan ini menjadi salah satu cara untuk mengubah paradigma guru. Sasaran kegiatan ini para dosen karena mereka nantinya akan mengajarkan pembelajaran bahasa Indonesia kepada calon guru," kata Pardi.
Pakar bahasa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Riyadi Santosa mengungkapkan kurikulum 2013, terutama pada pelajaran Bahasa Indonesia memiliki struktur mirip kurikulum di negara-negara lain.
"Tujuan utamannya penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan pengembangan sikap. Lebih bersifat holistik dan integratif," kata penyusun buku Bahasa Indonesia pegangan guru dan siswa sesuai kurikulum baru itu.
Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) UNS itu menyebutkan metode pembelajaran Bahasa Indonesia sesuai kurikulum baru, meliputi membangun konteks, pemodelan, membangun teks bersama-sama, dan membangun teks mandiri.
Metode pembelajarannya, kata dia, anak-anak diajak mendekonstruksi teks dengan properti linguistik, nilai sosial dan budaya, kemudian diajak kembali untuk merekonstruksi berdasarkan ketiga aspek itu.
Dekan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS) IKIP PGRI Semarang Asrofah menambahkan kurikulum Bahasa Indonesia selama ini mengajarkan empat keterampilan, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
"Di kurikulum baru, empat keterampilan ini diintegrasikan dengan kreativitas dan pengalaman empiris. Jadi, tidak lagi terpisah-pisah seperti dulu. Siswa diajak untuk bisa menulis kreatif," katanya.