REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan dana Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang menyimpang dan tidak sesuai dengan ketentuan dapat dikenakan sanksi. Siswa penerima program KJP dapat didiskualifikasi jika sampai kedapatan menggunakan dana tersebut di luar kebutuhan pendidikan.
Asisten Sekda DKI Jakarta Bidang Kesejahteraan Masyarakat, Bambang Sugiono menyayangkan masih ditemukannya penggunaan uang yang berasal dari KJP untuk keperluan di luar urusan pendidikan. Untuk itu, Bambang menegaskan jika ditemukan ada penggunaan dana KJP yang menyimpang, maka siswa yang bersangkutan akan dicoret sebagai penerima dana KJP.
"Kalau penggunaan dana KJP ketahuan menyimpang, akan didiskualifikasi," kata Bambang saat Diskusi Publik bertema 'Kartu Jakarta Pintar dan Kartu Jakarta Sehat, Riwayatmu Kini' yang digelar Centre for Local Goverment Reform (Celgor), di Jakarta Sabtu (1/3).
Bambang memaparkan, saat ini jumlah siswa yang sudah menerima manfaat dari KJP mencapai 615 ribu siswa dari jenjang SD, SMP sampai SMA. Besaran dana KJP untuk SMA sederajat sebesar 240 ribu per siswa setiap bulannya, SMP 210 ribu per siswa per bulan, dan SD 180 ribu rupiah per siswa per bulan.
Program KJP ini, pada dasarnya ditujukan untuk siswa yang berasal dari golongan keluarga tidak mampu. Hal itu dibuktikan dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari kelurahan.
Ditemui di tempat yang sama, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Larso Marbun mengatakan, ada kecenderungan di lapangan dana KJP digunakan untuk kebutuhan lain di luar pendidikan. Ia meminta agar orang tua dapat memahami fungsi program KJP bagi perkembangan pendidikan anak. "Jangan dibalik, setelah diberi KJP lantas orang tua jadi malas dan tidak bekerja," ujar Larso.
Ia berharap, masyarakat baik itu orang tua, siswa, dan sekolah saling bekerjasama untuk membangun suasana kondusif. Terutama untuk membuat dana KJP dapat tepat sasaran juga tepat guna. "Anak dan sekolah juga harus mengingatkan orang tua siswa, agar dana KJP tersebut digunakan untuk pendidikan saja," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Centre for Local Goverment Reform (Celgor), Budi Mulyawan, mengungkapkan penerapan program KJP masih ditemukan banyak persoalan. Salah satunya adalah pemanfaatan dana KJP yang di luar kebutuhan pendidikan. "Pengawasannya harus diperketat, agar penggunaan dana tersebut tepat guna dan tepat sasaran," ujarnya.
Caleg DPRD dari PDIP ini pun memberi masukan kepada Gubernur DKI, agar program KJP dapat diperluas untuk dapat melayani masyarakat hingga ke jenjang Perguruan Tinggi. "Agar KJP dipertahankan. Cuma harus dipikirkan lagi ke depannya, jika hanya melayani sampai SMA, mau jadi apa?" ungkapnya.
Terlebih lagi memasuki era masyarakat ekonomi ASEAN 2015 mendatang, di mana kebutuhan akan SDM yang berkualitas dan berpendidikan tinggi semakin besar. "Sebab di dalam Perguruan Tinggi itulah kita memproduk kader-kader bangsa yang mampu menelurkan gagasan-gagasan cemerlang untuk mengatasi persoalan bangsa," ujarnya.