REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan, persyaratan SNMPTN 2014 yang diskriminatif menunjukkan pemerintah melakukan pembatasan terhadap kaum difabel. Syarat ini juga mengkhianati amanat konstitusi.
"Persyaratan ini jika tetap diberlakukan akan melukai kaum kaum difabel. Harga diri mereka sebagai manusia bisa terluka, merasa tidak beruntung dan berpotensi menyalahkan diri sendiri dan takdir," kata Retno di Jakarta, Senin, (10/3),
Aturan diskriminatif ini, ujar Retno, membuat kaum difabel bisa terpuruk sebab akses pendidikan mereka dibatasi. Tidak ada orang di muka bumi ini yang ingin lahir jadi difabel.
"Untuk membuat difabel merasa dihargai mereka harus dibuat berprestasi. Makanya tidak boleh ada pembatasan akses pendidikan termasuk SNMPTN," kata Retno.
Kalau semua PTN melarang anak-anak yang tuna rungu, tuna netra, tuna daksa mengikuti SNMPTN, maka ini membuat mereka merasa tidak layak. "Padahal seharusnya negara mendorong difabel mandiri tapi malah membatasi," kata Retno.
Pada tahun lalu, ujar Retno, Ujian Nasional (UN) tidak disediakan soal dengan huruf braile. Maka guru yang membacakan soalnya, ini menunjukkan ketidakpedulian panitia terhadap kaun difabel.
"Bahkan dalam Kurikulum 2013 sama sekali tidak dibuat kurikulum khusus difabel. Padahal mereka membutuhkan hal kurikulum khusus," kata Retno.