REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari pendidikan nasional (Hadiknas) selalu diperingani pada 2 Mei. Selama itu pula, peringatan Hardiknas, diiringi dengan problematika di dalamnya. Salah satunya adalah pada tenaga pengajar atau guru
Pakar pendidikan Arief Rahman menilai sekitar 80 persen tenaga pengajar atau guru baik di tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi masih menerapkan metode sebagai pengajar bukan sebagai pendidik.
"Ini pesan saya untuk para guru. Jadi jangan asik mengajar. Karena guru itu bukan pengajar tapi guru itu sebagai pendidik," kata Arief saat dihubungi Republika, Jumat (2/5).
Proses pendidikan itu, ia menambahkan, sangat diperlukan saat guru mentransfer ilmu kepada anak didiknya. Jadi kata Arief, harus dibangun karakter pendidik saat di dalam kelas.
Hal itu penting agar karakter unggul siswa bisa terbentuk dengan baik. Sehingga tidak melahirkan siswa-siswa yang hanya unggul otaknya saja tetapi wataknya juga unggul. "Percuma kalau otaknya unggul tapi wataknya amburadul," kata Arief.
Jadi, program-prgoram kegiatan pendidikan di setiap sekolah harus betul-betul dipersiapkan. Dalam hal ini posisi guru harus menjadi nomor satu dalam memberikan pendidikan.
Terpenting kata Arief, yang harus ditekankan di dalam pendidikan kita saat ini adalah proses pendidikan, bukan produk pendidikan.
"Saat ini saya kira terlalu banyak menekankan hasil dengan lulus 100 persen. Menurut saya kejujuran dan tanggung jawab itu sangat penting," katanya menegaskan.