REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia, (FSGI), Retno Listyarti mengatakan kecurangan penyelenggaraan Ujian Nasional (UN), Sekolah Menengah Pertama (SMP) semakin masif, sistemik dan meluas. Jual beli kunci jawaban semakin meningkat. Tidak hanya ditingkat SMA akan tetapi sampai kepada tingkat SMP.
"Kecurangan UN semakin masif, sistemik dan meluas," ujar Sekjend FSGI, Retno Listyarti kepada Republika, Rabu (7/5).
Ia menuturkan penyelenggaraan UN semakin kacau-balau. UN yang dinilai baik-baik saja oleh pemerintah ternyata tidak terbukti karena banyak laporan pengaduan kepada pihaknya. Hal itu berdasarkan laporan pengaduan yang diterima posko pengaduan UN yang dibuat FSGI secara konsisten selama tiga tahun.
"Kami sudah menentang UN sebagai penentu kelulusan," katanya.
Menurutnya, terkait masalah UN, menjadi pembelajaran di tahun ini bahwa pemerintah harus meniadakan UN. Boleh saja dilaksanakan akan tetapi sebagai pemetaan kondisi pendidikan. "Selama UN menjadi parameter kelulusan maka akan banyak kecurangan," katanya.
Ia mencontohkan yang dimaksud dengan pemetaan yaitu seperti sekolah A, hasil ujiannya jelek. Maka ditelusuri penyebabnya, jika hasil ujian itu jelek karena tidak ada lab bahasa. Maka, solusinya harus diberi lab bahasa.
Menurutnya, ketika UN menjadi penentu kelulusan dan Sabang sampai Merauke, UNnya 99 persen lulus. Lalu, masalah pendidikannya mana. Bagaimana bisa lulus semua padahal NTT dan Jakarta berbeda.
Retno mengharapkan UN di tahun ini menjadi UN terakhir. Serta, pemerintahan ke depan bisa meninjau UN bukan hanya dari sisi teknis akan tetapi sisi subtansi.
Menurutnya, temuan-temuan masalah pada penyelenggaraan UN SMP makin menunjukkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memang tidak profesional dalam menyelenggarakan UN. Termasuk validitas dan kerahasiaan soal UN SMP pelajaran Bahasa Indonesia yang diragukan.